Para pejabat yang terlibat dalam kebijakan perdagangan dan ekspor pertanian mengatakan pengecualian ini juga merupakan sinyal positif bagi perundingan dagang AS-India yang sedang berlangsung dan dapat meredakan tekanan ekspor yang dipicu oleh kenaikan tarif tahun ini.
Ekspor barang-barang India ke AS turun hampir 12 persen year-on-year pada September menjadi $5,43 miliar setelah tarif dinaikkan. Ekspor pertanian India, yang diperkirakan mencapai $5,7 miliar dari total ekspor India ke AS sebesar $87 miliar pada tahun 2024, termasuk di antara yang terdampak.
“Langkah ini menguntungkan petani dan eksportir teh, kopi, kacang mete, serta buah dan sayur India,” ujar seorang pejabat senior yang terlibat dalam kebijakan ekspor pertanian India tanpa menyebut nama.
Ajay Srivastava, pendiri kelompok lobi Global Trade Research Initiative, mengatakan ekspor pertanian India ke AS—yang berfokus pada beberapa rempah-rempah bernilai tinggi dan produk niche—akan mencatat keuntungan terbatas mengingat lemahnya pangsa pasar India pada komoditas utama yang dikecualikan seperti tomat, jeruk, melon, pisang, dan jus buah.
Pergeseran tarif akan sedikit memperkuat posisi India di sektor rempah-rempah dan hortikultura khusus, serta membantu memulihkan sebagian permintaan AS yang hilang setelah kenaikan tarif,” tambah Srivastava.
“Pemasok dari Amerika Latin, Afrika, dan Asean kemungkinan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar,” ujar Srivastava, seraya menambahkan belum jelas apakah ekspor India akan dibebaskan dari tarif timbal balik 25 persen atau tarif penuh 50 persen.
Kendati demikian, ungkapnya, para eksportir khawatir bahwa faktor-faktor lain akan menghambat potensi keuntungan, seperti biaya pengiriman yang tinggi, persaingan yang ketat dari Vietnam dan Indonesia, serta persyaratan kualitas AS yang lebih ketat.
Pemerintah Indonesia, meskipun sudah diturunkan tarif impornya oleh Presiden Trump dari 32 persen menjadi 19 persen, pada 7 Juli 2025, tidak ingin buru-buru menandatangani kesepakatan dagang tersebut.
Sebelumnya, negara seperti Malaysia dan Kamboja sudah terlebih dahulu merampungkan negosiasi dengan AS. Sementara Indonesia tetap ingin ada kepastian posisi tawar yang saling menguntungkan.
Salah satu pembahasan utama adalah usulan tarif nol persen untuk sejumlah komoditas unggulan Indonesia yang tidak diproduksi di AS, seperti kelapa sawit, kakao, dan karet. Pemerintah Indonesia memastikan masih ada negosiasi dengan pihak AS untuk tarif dagang pada beberapa komoditas hingga ada penandatangan kesepakatan ini.
Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso mengatakan, negosiasi lanjutan antara Indonesia dan AS sedang dalam penentuan waktu yang tepat.
“Mau dijadwalkan perundingan berikutnya, ya mungkin tinggal menunggu. Rencananya waktu itu minggu depan, tetapi tadi dilaporkan, cuma belum dikasih tanggalnya,” kata Budi saat ditemui wartawan di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jumat, 7 November 2025.
Budi menjelaskan negosiasi tersebut tidak bisa dilakukan setiap hari, karena Pemerintah AS juga melakukan perundingan yang sama dengan negara lainnya. (Rif)