
Jakarta,corebusiness.co.id-Pemerintah mengklaim produksi beras sudah surplus. Situasi berubah ketika harga gabah dan beras melonjak naik.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menyampaikan optimisme terhadap ketahanan pangan nasional khususnya dalam upaya mewujudkan swasembada beras tanpa impor pada tahun ini.
Hal tersebut disampaikan dalam keterangan persnya usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 2 Juni 2025.
“Target dari Bapak Presiden, awal rencana kita swasembada empat tahun, kemudian tiga tahun. Mudah-mudahan tahun ini tidak ada impor,” ucapnya.
Mentan juga mengungkapkan bahwa stok beras nasional saat ini telah mencapai lebih dari 4 juta ton.
“Tertinggi selama 57 tahun dan pernah kita capai 3 juta ton, yaitu tahun 1984,” jelasnya.
Namun, yang terjadi saat ini di tengah Indonesia surplus beras, harganya di tingkat konsumen justru naik.
Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Soetarto Alimoeso, berdasarkan aspek produksi, Indonesia bisa mencapai swasembada beras tahun 2025.
“Mengapa produksi tinggi, tapi harga beras naik. Persoalannya, instrumen untuk stabilisasi dipakai atau tidak. Itu yang penting,” kata Soetarto kepada corebusiness.co.id.
Soetarto menambahkan, “Kalau berdasarkan data statistik yang dikeluarkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, meskipun kita juga harus sering mengontrol data BPS, tahun ini kita memang akan surplus beras. Tahun lalu produksi beras kita minus.”
Mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini mengungkapkan bahwa produksi padi bulanan di Indonesia fluktuatif, karena tergantung kondisi musim.
Ia menyatakan, ketika dihadapkan produksi beras bulanan menurun, pemerintah harus melakukan intervensi untuk mengatur ketersediaan stok beras. Salah satu tujuannya untuk menjaga stabilisasi harga beras.
“Pada saat produksi padi di bawah, pemerintah harus take action apa? Melakukan pengontrolan dengan melepas beras cadangan. Bukan cadangan beras itu disimpan,” ucapnya.
Soetarto berseloroh, jika beras cadangan hanya disimpan, itu sama saja menakuti-nakuti orang oleh “polisi tidur”.
“Awal-awalnya takut, lama-lama nggak takut. Wong dia tahu itu cuma polisi tidur. Itu lho, patung polisi yang berdiri di beberapa kota-kota di Indonesia,” guyonnya.
Soetarto mengutarakan, sebagian besar orang sudah mengetahui bahwa produksi padi akhir Mei mulai turun, sehingga produksi Juni dan Juli masih minus. Menjadi riskan ketika produksi padi menurun, akan terjadi persaingan pembelian gabah.
“Kalau harga gabah naik, bisa terjadi perebutan, apalagi barangnya sedikit. Kalau harga pembelian gabah naik, otomatis harga jual beras ikut naik. kondisinya seperti itu,” urai mantan Dirjen Tanaman Pangan tersebut.
Ia menegaskan, pemerintah harus sigap jika kondisinya seperti itu.
“Makanya usul Perpadi, pertama, gelontorkan beras cadangan sebanyak-banyaknya, sebenarnya sampai akhir Agustus saja. Kedua, berhenti untuk menekan atau merebut gabah. Karena penggilingan padi atau pengusaha beras itu kan harus hidup juga. Supaya ekonomi terus berjalan,” sarannya. (Rif)