
Total pelanggaran kontrak, disebutkan Amran, mencapai 23 poin dan negara dirugikan hingga miliaran rupiah.
“Barang yang diadakan tidak digunakan. Banyak proyek yang fiktif dan tidak sesuai kontrak. Setelah saya menjabat kembali, tidak ada lagi ruang untuk praktik korupsi. Karena itulah, dia mulai melancarkan kritik yang tendensius dan tidak berdasar,” ungkapnya.
Amran menuding, pengamat tersebut hanya bersuara lantang saat dirinya menjabat. Pada periode pertama kepemimpinannya (2014–2019), kritik-kritik tajam kerap dilontarkan. Namun saat posisi Mentan dijabat oleh tokoh lain (2019–2023), suaranya nyaris tak terdengar. Kritik keras baru kembali mencuat pada akhir 2023, tepat setelah Presiden kembali melantik Amran sebagai Menteri Pertanian.
Mentan menyatakan bahwa sebagian besar kritik dari pengamat tersebut hanya didasarkan pada asumsi tanpa dukungan data yang valid. Kritik-kritik itu mencakup program cetak sawah, food estate, kebijakan wajib tanam bawang putih 5 persen bagi importir, hingga program pompanisasi.
“Terakhir, ia menuding program makan siang dan susu gratis rawan korupsi. Semua ini dilakukan bukan karena niat membangun, tapi karena kepentingan pribadi,” tukasnya.
Teradar di Bogor
Corebusiness.co.id mencari informasi pengamat pertanian yang dimaksud oleh Amran. Dari penyisiran jejak digital, ada pemberitaan salah satu media daring yang diterbitkan Selasa, 7 Januari 2025, melansir pernyataan Peneliti Indonesian Politic, Economic, and Policy Institute (IPEC), Bramantyo Bontas yang mengkritisi sikap pengamat pertanian yang juga guru besar institut negeri di Bogor, Jawa Barat, berinisial DAS.