“Dengan menjalani audit IRMA yang independen, kami bertujuan untuk menyelaraskan operasi kami dengan praktik terbaik dan mengidentifikasi ruang untuk perbaikan yang berkelanjutan bersama dengan para pemangku kepentingan terdampak dan pemegang hak terkait. Kami berkomitmen untuk melakukan penyelarasan dengan standar internasional untuk penambangan yang bertanggung jawab dalam jangka panjang,” jelas Roy.
Diinformasikan penilaian dari Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), pertama, standar pertambangan sukarela yang menjelaskan praktik terbaik untuk melindungi masyarakat dan lingkungan. Kedua, proses penjaminan untuk mengukur tambang terhadap standar tersebut. Ketiga, organisasi yang dikelola secara setara oleh perwakilan dari enam sektor pemangku kepentingan yang terdampak–masyarakat, buruh terorganisasi, LSM, keuangan, pembeli, dan perusahaan pertambangan—yang mengendalikan standar dan proses jaminan.
Sementara Harita Nickel telah memiliki izin pertambangan dan memulai operasinya tahun 2010. Melalui anak perusahaan dan afiliasinya, Harita Nickel telah mengoperasikan smelter bijih nikel kadar tinggi (saprolit) sejak tahun 2017, fasilitas pemurnian bijih nikel kadar rendah (limonit) sejak tahun 2021, dan fasilitas produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat sejak tahun 2023. Semua fasilitas ini berlokasi di dua wilayah konsesi pertambangan aktif Harita Nickel.