
Jakarta,corebusiness.co.id-Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi mendukung langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penertiban terhadap ratusan hektare lahan tambang yang beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Fahmy mengutarakan, kegiatan ilegal mining sudah merajalela hampir di semua pertambangan di Indonesia.
“Modusnya, awalnya dia punya legal mining, namun pada saat ekspansi ke lahan tambang menggunakan lahan-lahan milik negara, tanah adat, atau milik masyarakat,” ungkap Fahmy ketika dihubungi corebusiness.co.id, Selasa (16/9/2025).
Fahmy menduga aktivitas ilegal mining selama ini seperti ada pembiaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum.
“Mengapa ada pembiaran? Salah satunya karena ada backing yang kuat. Karena itu, dibutuhkan adanya ketegasan. Jika sekarang ada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Halilintar yang melakukan penindakan, saya kira itu langkah baik. Penegakan hukum terhadap pelaku ilegal mining tidak boleh tebang pilih. Artinya, siapapun perusahaan yang melakukan ilegal mining, maka harus ditindak tegas,” terangnya.
Ia menyebut backing pelaku ilegal mining sampai lapisan langit tujuh. Sehingga yang bisa melawan harus di atas langit ketujuh. Tanpa ada kekuatan yang lebih tinggi, akan sulit dilakukan pemberantasan ilegal mining.
Menurutnya, penindakan terhadap perusahaan yang melakukan ilegal mining tidak lepas dari komitmen Presiden Presiden Prabowo. Di awal pemerintahannya, Presiden Prabowo tegas memberantas korupsi, juga ilegal mining yang telah merugikan negara.
“Dengan adanya komitmen dari Presiden Prabowo, maka dia bisa memerintahkan kepada Kapolri, Panglima TNI, dan Jaksa secara bersama-sama menindak pelaku ilegal mining. Jika diperlukan, Presiden sebagai Ketua Satgas Penindakan Tambang Ilegal,” imbuhnya.
Fahmi menyatakan, lahan tambang yang digunakan untuk kegiatan ilegal mining harus dikembalikan kepada pemiliknya, apakah ke negara, ke tanah adat, atau ke masyarakat.
Kerugian negara akibat kegiatan ilegal mining, disebutkan Fahmy, mencapai triliunan rupiah per tahun. Karena, mereka tidak melakukan kewajiban membayar royalti dan pajak ke negara dari aktivitas pertambangan tanpa izin.
“Tindakan ilegal mining sudah seperti mafia, ada persekutuan antara pengusaha besar dengan oknum-oknum aparat pemerintah pusat, daerah, serta oknum aparat keamanan,” ucapnya.
Fahmy juga menyoroti panjangnya proses perizinan pertambangan, yang bisa jadi memunculkan kegiatan ilegal mining. Maka, harus ada perbaikan untuk memberikan kemudahan perusahaan tambang dalam pengurusan perizinan.
“Saya mengusulkan perizinan tadi dibuat satu pintu, tidak seperti sekarang proses perizinannya bertingkat di pusat dan daerah, sehingga sangat panjang, dan bisa menimbulkan ketidakpastian, yang akhirnya memicu perusahaan melakukan ilegal mining,” jelasnya.
Pihak yang berwenang menangani perizinan tambang, kata dia, harus stakeholders terkait. Seperti, untuk pengurusan IUP dan RKAB di Kementerian ESDM, perizinan penggunaan kawasan hutan lindung di Kementerian Kehutanan, terkait amdal di Kementerian Lingkungan Hidup. Dan pengurusan izin tersebut melalui satu pintu.