
Jakarta,corebusiness.co.id-Sejak pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit tahun 2023, saat ini sudah beroperasi 4 smelter dari 11 smelter yang direncanakan. Satu sisi pemerintah semangat mendorong hilirisasi, di sisi lain ada pengusaha memilih pasang gigi mundur untuk tidak melanjutkan pembangunan smelter.
Presiden Prabowo Subianto terus memacu pembangunan industri hilir untuk memaksimalkan nilai tambah (added value) sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia. Di awal kepemimpinannya, pemerintah tengah menyempurnakan roadmap atau peta jalan hilirisasi. Presiden Prabowo menyebut ada 26 komoditas prioritas utama hilirisasi.
Untuk komoditas mineral logam, model hilirisasi bijih nikel dijadikan acuan pengembangan pengolahan raw material komoditas mineral logam lainnya. Termasuk pengolahan bijih bauksit.
Bijih bauksit merupakan bahan untuk membuat aluminium, logam yang menjadi bahan baku penting beragam industri, mulai perlengkapan rumah tangga, peralatan medis, otomotif, sampai teknologi energi terbarukan, seperti baterai (Battery Energy Storage System/BESS).
Kementerian ESDM mencatat, saat ini ada empat smelter yang sudah beroperasi mengolah bijih bauksit di Indonesia, yakni PT Indonesia Chemical Alumina (ICA), PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (ekspansi), PT Bintan Alumina Indonesia.
Untuk lebih banyak menyerap bijih bauksit dari penambang hulu, pemerintah sedang mengupayakan penanambahan tujuh smelter. Hanya saja, dalam proses pembangunan tujuh smelter tersebut mengalami berbagai kendala, salah satunya faktor pembiayaan. Sehingga masih berjalan di tempat.
Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI), Ronald Sulistyanto mengatakan, potensi cadangan bijih bauksit Indonesia 1,3 miliar metrik ton, namun penyerapannya ke smelter sekitar 18 juta ton per tahun.
“Masih minimnya smelter ini memberikan dampak bagi para penambang bijih bauksit. Dengan kata lain, bauksitnya diproduksi, tapi tidak bisa dijual ke smelter. Kondisinya saat ini, kapasitas smelter yang ada tidak bisa menampung hasil produksi penambang bauksit. Sehingga, banyak penambang bauksit terpaksa menunda memproduksi bauksit,” kata Ronald kepada corebusiness.co.id.
Ronald mengungkap, para investor, khususnya PMA, saat ini mulai berhati-hati menanamkan investasi untuk membangun smelter di Indonesia.
“Saya kira perusahaan asing, khususnya dari China mulai berhati-hati. Tidak seperti dulu di awal-awal hilirisasi berjalan di Indonesia. Karena apa? Masalahnya kan dibuat oleh pemerintah kita sendiri. Dalam membuat ketetapan atau kepastian aturan-aturan bermain harus berjalan seiring. Tidak bisa tiba-tiba ada aturan baru di sektor industri pengolahan bijih bauksit,” ungkapnya.
Menurutnya, jumlah smelter harus dihitung berdasarkan rasio kapasitas produksi dari penambang bijih bauksit. Misalnya, produksi bijih bauksit 40 juta ton per tahun, mungkin dibutuhkan antara enam sampai tujuh smelter di Indonesia. Karena, muara di atasnya jangan sampai kebanyakan smelter untuk memproduksi alumina, tapi harus diimbangi supply bijih bauksit untuk diolah menjadi aluminium.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq mengatakan, produksi alumina Indonesia mayoritas diekspor ke Tiongkok.
“Pemerintah sudah mengeluarkan izin produksi alumina dalam negeri sebesar 4,3 juta ton per tahun. Permasalahannya, masih ada pengusaha yang belum menyelesaikan pembangunan smelter. Dari 11 smelter yang direncanakan, hanya empat smelter yang dibangun dan sudah beroperasi,” kata Julian kepada corebusiness.co.id.
Pemerintah, kata dia, sudah memberikan relaksasi aktivitas ekspor bijih bauksit selama 3 tahun, dari tahun 2020 sampai 2023. Persisnya hingga dikeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023. Namun, hingga tenggat waktu relaksasi yang diberikan, pengusaha tidak bisa membangun smelter.
Wabah pandemi Covid-19, pernah disampaikan pengusaha menjadi kendala membangun smelter. Meskipun dihadapkan situasi yang sama, faktanya Indonesia Chemical Alumina (ICA), Well Harvest Winning Alumina Refinery, Well Harvest Winning Alumina Refinery (ekspansi), Bintan Alumina Indonesia, bisa merampungkan pembangunan smelter.
Julian mengungkap, investasi bukan faktor utama kendala pembangunan smelter, yang kerap disuarakan penambang bijih bauksit. Dia mensinyalir, ketidakseriusan membangun smelter lantaran masih ada upaya ingin tetap mengekspor bauksit dalam bentuk bijih. (Rif)