
Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq mengatakan, produksi alumina Indonesia mayoritas diekspor ke Tiongkok.
“Pemerintah sudah mengeluarkan izin produksi alumina dalam negeri sebesar 4,3 juta ton per tahun. Permasalahannya, masih ada pengusaha yang belum menyelesaikan pembangunan smelter. Dari 11 smelter yang direncanakan, hanya empat smelter yang dibangun dan sudah beroperasi,” kata Julian kepada corebusiness.co.id.
Pemerintah, kata dia, sudah memberikan relaksasi aktivitas ekspor bijih bauksit selama 3 tahun, dari tahun 2020 sampai 2023. Persisnya hingga dikeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023. Namun, hingga tenggat waktu relaksasi yang diberikan, pengusaha tidak bisa membangun smelter.
Wabah pandemi Covid-19, pernah disampaikan pengusaha menjadi kendala membangun smelter. Meskipun dihadapkan situasi yang sama, faktanya Indonesia Chemical Alumina (ICA), Well Harvest Winning Alumina Refinery, Well Harvest Winning Alumina Refinery (ekspansi), Bintan Alumina Indonesia, bisa merampungkan pembangunan smelter.
Julian mengungkap, investasi bukan faktor utama kendala pembangunan smelter, yang kerap disuarakan penambang bijih bauksit. Dia mensinyalir, ketidakseriusan membangun smelter lantaran masih ada upaya ingin tetap mengekspor bauksit dalam bentuk bijih. (Rif)