
3. Dampak terhadap Investasi dan Daya Saing.
Kenaikan royalti berpotensi mengurangi minat investasi di sektor hulu-hilir nikel, menurunkan daya saing produk nikel Indonesia di pasar global, dan memicu PHK massal akibat tekanan margin, terutama di sektor hilir yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja.
4. Pengaruh Harga terhadap Cadangan Mineral.
Kenaikan tarif royalti yang menekan margin produksi akan memaksa penambang meningkatkan cut off grade, sehingga volume cadangan akan menyusut signifikan. Dengan cadangan yang menyusut, tingkat produksi dan life of mine akan berkurang, sehingga secara long-term penerimaan negara justru akan berkurang.
Meidy mengatakan, industri minerba selama ini merupakan salah satu tulang punggung penerimaan negara. Pada tahun terakhir, sektor ini menyumbang Rp140,5 triliun atau 52,1% dari total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sektor ESDM sebesar Rp269,6 triliun.
“Dalam situasi global yang menantang, industri ini seharusnya diperkuat dan didukung, bukan justru dibebani,” tegasnya.
APNI memahami bahwa kebijakan tersebut telah resmi diundangkan, namun asosiasi ini berharap pemerintah masih membuka ruang dialog untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini secara menyeluruh. Termasuk potensi penundaan implementasi atau penerapan secara bertahap guna memitigasi dampak negatif terhadap keberlangsungan industri.
Meidy mengutakan, sebagai bagian dari komitmen terhadap kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha, APNI mengapresiasi pelibatan aktif dalam sejumlah forum strategis. Pada 16 April 2025, APNI bersama KADIN, IMA, dan ASPABI menghadiri rapat pembahasan percepatan hilirisasi industri strategis komoditas seperti aspal, emas, perak, mangan, kobalt, dan logam tanah jarang yang diselenggarakan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia.