160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Aspebindo Respons Rencana Kemenkeu Terapkan Bea Keluar Batubara dan Emas Tahun 2026

Ketum Aspebindo Anggawira saat menyampaikan sambutan di acara Aspebindo Energy Executive Forum di Jakarta. Foto: Ist
750 x 100 PASANG IKLAN

Insentif untuk Industri Hilir

Anggawira mengatakan bahwa Aspebindo mendukung wacana Menkeu Purbaya dalam hal pemberian insentif kepada investor atau perusahaan yang ingin membangun proyek transisi energi dari batubara. Seperti pembangunan industri pengolahan dimethyl ether (DME), gasifikasi, metanol, dan produk turunan batubara lainnya.

“Untuk menarik investor masuk ke proyek hilirisasi dan transisi energi dari batubara, insentifnya harus komprehensif dan bankable,” ujarnya.

Disebutkan, upaya-upaya untuk menarik investor antara lain:

750 x 100 PASANG IKLAN
  1. Fiscal incentives, seperti tax holiday jangka panjang (15–20 tahun), accelerated depreciation, PPN dan bea masuk ditanggung pemerintah untuk Engineering Procurement and Construction (EPC) dan peralatan.
  2. Price & offtake guarantee, melalui skema jaminan harga produk (DME substitution LPG) dan offtaker BUMN yang jelas dan jangka Panjang.
  3. Risk sharing government, dengan memberikan dukungan sovereign guarantee dan Viability Gap Fund (VGF) untuk proyek awal.
  4. Regulatory certainty, untuk kepastian tata kelola karbon, sinkronisasi ESDM–Kemenkeu–KLHK, dan perizinan satu pintu yang cepat dan pasti.

“Tanpa kombinasi insentif tersebut, proyek gasifikasi akan selalu ekonominya kalah oleh energi fosil impor,” kata Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tersebut.

Selain itu, Anggawira juga mengungkapkan kendala utama perusahaan tambang batubara. Diutarakan, realistisnya ada lima kendala struktural yang masih dihadapi para pelaku hulu. Pertama, ekonomi proyek belum kompetitif. Harga produk hilir sering kalah dibanding LPG atau BBM impor.

Kedua, tingginya kebutuhan capex dan teknologi. Bahkan sebagian besar teknologi masih impor dan mahal.

Ketiga, kepastian pasar dan offtaker yang belum kuat. Karena itu, tanpa kontrak jangka panjang, proyek sulit dibiayai bank.

750 x 100 PASANG IKLAN

Keempat, belum optimalnya sinkronisasi kebijakan lintas kementerian terkait urusan fiskal, energi, industri, dan lingkungan.

Kelima, persepsi risiko regulasi jangka panjang. Investor masih khawatir perubahan kebijakan di tengah jalan.

Anggawira menyatakan, bagi Aspebindo, kunci kebijakan BK bukan pada besar atau kecil tarif, melainkan pada desain kebijakan yang konsisten, adil, dan pro industrialisasi.

Jika BK dirancang sebagai bagian dari industrial policy framework yang utuh—bukan pendekatan fiskal jangka pendek—maka BK batubara dan emas justru bisa menjadi instrumen transformasi ekonomi nasional, bukan hambatan investasi. (Syarif)

750 x 100 PASANG IKLAN

 

Pages: 1 2Show All
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
PASANG IKLAN

Tutup Yuk, Subscribe !