
Kedua, manfaatkan potensi nikel untuk produksi baterai. Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia sebagai bahan utama baterai EV. Karena itu, harus dilakukan pengembangan ekosistem baterai lokal dari hulunisasi, hilirisasi, hingga industrialisasi untuk proses pembuatan bijih nikel menjadi prekursor, lalu sel baterai, kemudian pack baterai.
“Tarik investasi dari global battery players, seperti CATL, LG Energy Solution, Hyundai untuk membangun industri baterai EV di Indonesia. Jangan hanya ekspor nikel mentah, tapi harus dibangun bangun industri hilir bernilai tambah di dalam negeri,” pungkasnya.
Ketiga, bangun SDM dan riset teknologi EV nasional. Dalam prosesnya, perlu melibatkan universitas dan politeknik untuk melakukan R&D kendaraan listrik, pelatihan teknisi EV, inovasi konversi dan kendaraan niaga EV, hingga pembentukan pusat inovasi kendaraan listrik nasional.
Keempat, desain regulasi dan insentif yang mendorong industri lokal. Pada tahap ini perlu dukungan pemberian insentif fiskal hanya untuk perusahaan yang memproduksi lokal, menggunakan komponen lokal, melakukan transfer teknologi. Selanjutnya, dilakukan pembatasan impor CBU EV hanya untuk jangka pendek dan penerapan standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara bertahap.
Kelima, kembangkan produk EV nasional. Untuk itu, perlu didorong BUMN, swasta, dan startup lokal untuk memproduksi motor listrik, mobil listrik untuk transportasi umum atau niaga, EV komersial seperti bus, truk, dan kendaraan tambang.
“Strategi ini perlu didukung pemberian insentif khusus untuk produk EV buatan dalam negeri. Contohnya INKA, PT Industri Kereta Api, dan MAB, atau startup seperti Volta, Gesits, Maka, Alva, dan Polytron,” terangnya.
Keenam, bangun kemitraan regional dan ekspor. Strategi ini untuk menjadikan Indonesia hub produksi dan ekspor EV di ASEAN. Karena itu, perlu dilakukan jalinan kerja sama berkelanjutan dengan negara-negara tujuan ekspor, seperti Filipina, Thailand, Vietnam, dan negara-negara lainnya.
“Indonesia bisa menggunakan perjanjian perdagangan bebas (ASEAN, RCEP) untuk mendorong ekspor EV buatan lokal,” imbuhnya.
Prabowo menegaskan, Indonesia bisa naik kelas dari “pasar” menjadi pemain global EV, jika mampu memproduksi lokal, bukan hanya menjual. Mampu meningkatkan nilai tambah mineral logam, seperti nikel menjadi baterai EV. Menguasai teknologi dan SDM EV. Kemudian, sukses mendorong brand EV lokal, serta membuka jalur ekspor ke pasar regional.
“Visi besarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi EV dan baterai di Asia Tenggara,” pungkasnya. (Syarif)