
Volvo Car merupakan salah satu produsen mobil yang paling rentan terhadap kenaikan tarif Trump, karena mayoritas kendaraannya diproduksi di Eropa atau Tiongkok. Bea masuk untuk kendaraan yang dibuat di luar AS yang diberlakukan pada 1 April telah membuat kondisi pasar menjadi lebih menantang bagi penjual asing di pasar AS.
Tarif AS sebesar 27,5 persen untuk mobil buatan Eropa dan lebih dari 100 persen untuk impor Tiongkok telah memaksa produsen mobil untuk memikirkan kembali strategi produk mereka.
Para pakar industri telah memperingatkan bahwa produsen mobil yang tidak mampu menanggung sendiri biaya pajak perbatasan atau membebankannya kepada konsumen akan berhenti menjual model-model tersebut di pasar AS. Industri lain, seperti pakaian dan mainan, mengalami dampak serupa.
“Jika Anda akan mengurangi penjualan ke AS, Anda tentu ingin mendapatkan nilai lebih dari penjualan yang Anda lakukan,” kata Andy Leyland, salah satu pendiri spesialis rantai pasokan SC Insight.
Volvo Cars kini hanya akan menjual sekitar setengah dari 13 model globalnya di pasar AS. Selain station wagon V60, mereka hanya akan menjual SUV di negara tersebut. Artinya, sedan tidak akan lagi dijual di AS. Produksi S60 di pabrik Volvo di Carolina Selatan dihentikan tahun lalu, penjualan S90 buatan Tiongkok juga telah dihentikan. Volvo juga mengatakan pada Senin kemarin bahwa sedan ES90 baru tidak dapat dijual secara menguntungkan di negara tersebut.
Secara global, Volvo juga akan melepas salah satu station wagon terakhirnya, V90, karena permintaan menurun.
Volvo Cars mengatakan kepada Reuters bahwa EX40 listrik buatan Eropa juga telah dihentikan sementara, tetapi akan segera melanjutkan penjualan. Perusahaan tidak memberikan alasan. Bahkan ambisi Volvo untuk SUV murah andalannya, EX30—yang seharusnya laris di AS—telah dikurangi. (Rif).