Kebijakan lain berupa pemberian insentif untuk mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle, BEV) sudah lebih dahulu diberlakukan pemerintah akan tetap dilanjutkan. Insentif untuk BEV ini meliputi potongan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10 persen untuk impor mobil listrik rakitan di Indonesia (completely knocked down, CKD), dan PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh (completely built up, CBU) dan CKD sebesar 15 persen, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Ketua Umum GAIKINDO, Yohanes Nangoi
”Kebijakan insentif dari Pemerintah bagi kendaraan hybrid, merupakan berita baik yang diharapkan mampu memulihkan dan menggairahkan kembali industri kendaraan bermotor Indonesia,” kata Ketua Umum GAIKINDO, Yohanes Nangoi melalui siaran pers.
Yohanes mengutarakan, kebijakan pemerintah tersebut akan menjadi salah satu faktor mendorong kembalinya gairah pasar yang siginifikan pada tahun 2025.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya untuk terus mendorong bauran kendaraan-kendaraan bermotor yang rendah emisi dan hemat bahan bakar (Low Carbon Emission Vehicle, LCEV). Langkah ini, menurut Yohanes, sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta menuju kegiatan tanpa emisi karbon di tahun 2060.
Berdasarkan catatan GAIKINDO, kombinasi penjualan kendaraan bermotor BEV dan HEV sejak Januari hingga November 2024 telah mampu meraih pangsa pasar sebesar 11,6 persen. Dan kebijakan pemberian insentif untuk BEV serta yang terkini kebijakan pemberian insentif fiskal untuk mobil hybrid, menjadi langkah pemerintah Indonesia untuk mendorong daya saing kendaraan tersebut agar mampu meningkatkan penetrasinya di pasar nasional.
Dengan demikian, kata Yohanes, kebijakan insentif kepada industri kendaraan bermotor Indonesia, utamanya kendaraan-kendaraan HEV dan BEV, dengan sendirinya akan dapat mengeliminasi kekhawatiran pemain industri kendaraan bermotor akan resiko kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. (Rif)