
Jakarta,corebusiness.co.id-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan kekecewaan yang mendalam atas temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait beredarnya produk makanan yang terbukti mengandung unsur babi, namun ironisnya telah menyandang sertifikat halal.
“Ini bukan sekadar kelalaian. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanah dan penodaan terhadap nilai-nilai luhur bangsa!”, tegas Plt. Ketua Pengurus Harian YLKI, Indah Suksmaningsih, melalui keterangan resmi.
Untuk diketahui, BPJPH bersama BPOM merilis daftar sembilan produk pangan olahan yang terbukti mengandung unsur babi (porcine). Mengejutkannya, tujuh dari sembilan produk tersebut diketahui telah mengantongi sertifikat halal.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, yang akrab disapa Babe Haikal, menyampaikan bahwa temuan ini merupakan hasil uji acak oleh BPOM dan telah dikonfirmasi melalui pengujian laboratorium BPOM dan BPJPH. Pemeriksaan dilakukan terhadap DNA dan peptida spesifik porcine, yang menunjukkan keberadaan unsur babi dalam sampel produk.
“Pembuktian ini telah dilakukan melalui pengujian di laboratorium BPOM dan BPJPH,” ujar Babe Haikal dalam konferensi pers di Gedung BPJPH, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Merujuk pada Lampiran Siaran Pers Nomor 242/KB.HALAL/HM.1/04/2025, berikut sembilan produk yang dinyatakan mengandung unsur babi:
1. Corniche Fluffy Jelly (Filipina) – Bersertifikat halal
2. Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy (Filipina) – Bersertifikat halal
3. ChompChomp Car Mallow (China) – Bersertifikat halal
4. ChompChomp Flower Mallow (China) – Bersertifikat halal
5. ChompChomp Marshmallow Bentuk Tabung / Mini Marshmallow (China) – Bersertifikat halal
6. Hakiki Gelatin – Bersertifikat halal
7. Larbee – TYL Marshmallow Isi Selai Vanila (China) – Bersertifikat halal
8–9. Dua produk lainnya tidak memiliki sertifikat halal (tidak dirinci dalam siaran pers)
Indah mengungkapkan, temuan ini, yang kemudian diperkuat dengan fakta lapangan dari Indonesia Halal Watch (IHW) menemukan produk haram ini masih beredar luas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Depok, dan Cirebon, adalah tamparan keras bagi Indonesia.
Ia mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah produk yang jelas-jelas diharamkan bagi mayoritas penduduk negeri ini, kaum muslimin, bisa lolos dengan label halal yang seharusnya menjadi jaminan keamanan, kenyamanan, keberlangsungan, dan informasi yang benar bagi konsumen?
“Kami tegaskan, ini bukan persoalan sepele. Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak konsumen yang dilindungi oleh undang-undang. Empat pilar perlindungan konsumen, yaitu jaminan keamanan, kenyamanan, keberlangsungan, dan informasi yang jelas dan benar dan jujur, telah dilanggar secara sistematis dan terang-terangan. Institusi yang diberi mandat oleh negara untuk menjamin hal ini, dalam hal ini BPJPH, harus bertanggung jawab penuh atas kegagalan yang mencoreng kepercayaan publik ini,” pungkasnya.
Indonesia Halal Watch (IHW), kata dia, patut diapresiasi atas proaktifnya dalam melakukan law enforcement dan partisipasinya aktif dalam sidang uji materiil UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di Mahkamah Konstitusi. Langkah ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam membela hak-hak konsumen muslim di negeri ini. Namun, perjuangan IHW tidak akan berarti banyak jika tidak ada tindakan tegas dan terukur dari pemerintah.
Atas kejadian ini, YLKI menuntut dengan keras beberapa poin penting sebagai langkah ke depan:
Satu, transparansi penuh dalam proses sertifikasi. Masyarakat berhak tahu secara detail bagaimana proses pemberian label halal dilakukan. Tidak boleh ada lagi praktik tertutup yang membuka celah bagi kecurangan dan kelalaian. Informasi mengenai audit, pengujian, hingga pemberian sertifikat harus dibuka selebar-lebarnya kepada publik.
Dua, reformasi sistem pengawasan. Proses pengawasan produk halal harus ditransparansikan dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
“Kita membutuhkan mekanisme pengawasan yang kuat, independen, dan tidak hanya mengandalkan audit internal semata. Kelemahan sistem pengawasan yang diungkapkan IHW, termasuk tidak adanya batasan waktu sertifikasi, harus segera dievaluasi dan diperbaiki,” imbaunya.
Tiga, tindakan hukum tegas tanpa pandang bulu. Pemerintah, melalui aparat penegak hukum, harus bertindak tegas dan tanpa kompromi dalam mengusut tuntas kasus ini. Proses hukum harus menjerat tidak hanya pelaku usaha yang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan produk haram berlabel halal, tetapi juga oknum-oknum di dalam institusi terkait yang lalai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Akuntabilitas, baik secara institusi maupun individual, harus ditegakkan seadil-adilnya.
Empat, efek jera sebagai prioritas. Proses hukum yang transparan dan hukuman yang setimpal adalah kunci untuk memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang bermain-main dengan kepercayaan konsumen, khususnya umat Islam. Kita tidak ingin kasus serupa terulang kembali di masa depan.
Lima, melibatkan Kembali para pakar dan Ulama. Penerbitan sertifikasi halal merupakan sebuah proses yang harus melibatkan berbagai kepakaran lintas disiplin ilmu. Proses seperti ini harus dilakukan dengan koordinasi dan kolaborasi antar Lembaga resmi yang berkapabilitas tinggi. Jangan hanya dimonopoli dan dikuasai oleh satu pihak saja, termasuk pemerintah.
Indah menyatakan, YLKI terus mendorong proses hukum dalam kasus ini terus berjalan. Ini adalah momentum penting untuk membersihkan praktik-praktik kotor yang merugikan konsumen dan menciderai nilai-nilai keagamaan.
Menurutnya, konsumen Muslim merupakan bagian penting dari eksistensi bangsa Indonesia. Karena itu, YLKI tidak bisa lagi mentolerir kebobrokan ini. Kepercayaan yang telah dikhianati harus ditebus dengan tindakan nyata dan pertanggungjawaban yang jelas.
“Pemerintah harus menunjukkan keseriusannya dalam melindungi hak-hak konsumen dan menjamin bahwa label halal benar-benar menjadi jaminan yang dapat dipercaya. Jika tidak, maka kredibilitas negara di mata rakyatnya akan semakin tergerus,” katanya. (CB)