
“Regulasi tersebut adalah PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, padahal seharusnya PP tersebut diberlakukan sejak disahkan, yaitu 2024. Namun hingga kini Kemenkes belum berhasil membuat Permenkes, sebagai instrumen operasional untuk memberlakukan ketentuan di dalam PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan,” ungkap Tulus yang juga Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI).
Ia mengutarakan, PP 28 Tahun 2024 memandatkan beberapa poin pasal yang bertujuan untuk mengendalikan peredaran, periklanan, promosi, dan konsumsi rokok, termasuk rokok elektronik.
“Sangat disayangkan dan menjadi ironi jika PP 28 Tahun 2024 tetap dimangkrakkan oleh Presiden Prabowo. Padahal dengan PP inilah yang menjadi instrumen untuk melindungi anak anak, dan remaja. Sehingga upaya dan target untuk mewujudkan bonus demografi, generasi emas, plus Asta Cita sebagai kredo program utama, akan tercapai,” ucapnya.
Sebaliknya, kata dia, jika konsumsi dan prevalensi konsumsi rokok tanpa dikendalikan, dan PP 28 Tahun 2024 tetap mangkrak, maka target bonus demografi, generasi emas dan Asta Cita ala Presiden Prabowo hanya akan menjadi fenomena “amsyiong” saja, alias mitos.