
Jakarta,corebusiness.co.id-Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendukung instruksi Presiden RI, Prabowo Subianto kepada BPI Danantara Indonesia untuk membenahi perusahaan-perusahaan di BUMN.
Sekretaris Jenderal HIPMI, Anggawira mengatakan, BUMN memang harus dipandang bukan sekadar entitas bisnis, tetapi juga instrumen pembangunan nasional. Namun sebagai perusahaan, BUMN tetap wajib mencetak laba yang dapat menjadi pemasukan bagi fiskal negara.
“Selama ini kontribusi BUMN masih relatif terbatas dibandingkan potensi aset yang mereka kelola. Saya melihat langkah Presiden Prabowo untuk menekankan kinerja BUMN agar lebih profit-oriented adalah langkah yang tepat, sehingga BUMN bisa berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara sekaligus mengurangi beban APBN,” kata Anggawira kepada corebusiness.co.id, Selasa (19/8/2025).
Anggawira yang saat ini menjabat Komisaris di PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) juga tidak mempersoalkan wacana pengurangan jumlah komisaris dan penghapusan tantiem. Menurutnya, rasionalisasi jumlah komisaris serta penghentian pemberian tantiem merupakan sinyal kuat untuk efisiensi dan perbaikan tata kelola.
“HIPMI menilai kebijakan ini bisa memperkuat akuntabilitas serta mengurangi praktik rente di tubuh BUMN. Komisaris harus ditempatkan sebagai fungsi pengawas profesional, bukan sekadar jabatan politis. Dengan efisiensi di level tata kelola, ruang gerak manajemen bisa lebih fokus pada kinerja operasional,” jelasnya.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengatakan ia telah memberi tugas kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia untuk membenahi BUMN, sehingga memberikan keuntungan bagi negara.
Menurut Prabowo, tata kelola BUMN harus diatur kembali agar menyumbangkan pendapatan yang lebih besar kepada negara. Salah satu bentuk pembenahannya, dengan menghilangkan tantiem bagi para komisaris.
“Perusahaan komisarisnya banyak banget. Saya potong setengah, komisaris paling banyak enam orang. Kalau bisa cukup empat atau lima, dan saya hilangkan tantiem,” kata Prabowo Dalam Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Prabowo menjelaskan, setiap aset negara yang dikelola secara efisien dan produktif akan menghasilkan nilai tambah dan kontribusi positif bagi kesejahteraan rakyat.
Kepala negara mencontohkan, dalam dunia bisnis ada istilah return on asset. Bisnis tersebut dapat dikatakan baik dan berhasil apabila return on asset-nya sekitar 12 persen, maka negara akan mendapat keuntungan. Langkah ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan BUMN.
“Katakanlah konservatif 10 persen, katakanlah untuk bangsa Indonesia cukup 5 persen. Aset yang dimiliki bangsa Indonesia yang berada di BUMN-BUMN, kita asetnya adalah senilai lebih dari 1.000 miliar dolar AS. Harusnya BUMN itu menyumbang kepada kita minimal 50 miliar dolar AS. Kalau 50 miliar dolar AS, APBN kita tidak defisit,” urai Prabowo.
Tumpang Tindih Bisnis
Sementara itu, Danantara mengungkap, hanya 8 perusahaan BUMN yang memberikan kontribusi signifikan bagi fiskal negara, selebihnya merugi. Danantara telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk membenahi perusahaan di BUMN yang saat ini berjumlah sekitar 1.046 perusahaan. Langkah pertama, melakukan business fundamental reviews. Kedua, melakukan konsolidasi bisnis (merger). Ketiga, spin-off. Kemudian keempat, membentuk 228 perusahaan BUMN dari 1.046 perusahaan.
“Sebanyak 228 ini diharapkan menjadi perusahaan skalabel, mampu berkompetisi, memiliki bisnis model dan revenue stream yang proper, dan dikelola secara transparan,” kata Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria,seperti dikutip dalam program Special Talkshow CNBC Indonesia yang dipandu CEO dan Founder CT Corp, Chairul Tanjung.
Merespon kontribusi profit dari 8 perusahaan BUMN, Anggawira berpandangan, kondisi ini mencerminkan adanya persoalan struktural dan fokus bisnis. Menurutnya, banyak BUMN anak-cucu yang justru tumpang tindih bisnisnya, kurang fokus pada core business, dan akhirnya membebani keuangan.
“HIPMI melihat perlu ada strategi besar untuk mengonsolidasikan BUMN agar benar-benar menjadi value creator, bukan cost center. Kuncinya ada pada fokus: jika bisnis tidak relevan atau tidak berprospek, lebih baik dialihkan atau ditutup,” urainya.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) tersebut menyatakan, penyederhanaan jumlah BUMN dari 1.046 menjadi 228 melalui Danantara adalah langkah berani.
“HIPMI menilai ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi inefisiensi, duplikasi usaha, dan beban manajemen yang terlalu kompleks. Namun merger saja tidak cukup, harus dibarengi dengan penajaman model bisnis, transparansi, serta memastikan setiap BUMN punya target kinerja yang jelas. Jika tidak, merger hanya akan bersifat kosmetik,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, nasib pegawai BUMN pascamerger juga benar-benar diperhatikan pemerintah. Terpenting adalah memberikan kepastian dan keadilan bagi pegawai.
Ia mengatakan bahwa restrukturisasi jangan sampai memicu gejolak sosial. Namun di sisi lain, memang perlu ada transformasi budaya kerja agar BUMN lebih kompetitif.
“Artinya, pegawai yang berkompetensi tetap harus dilibatkan, sementara yang terdampak perlu diberikan program reskilling, penempatan kembali di sektor lain, atau kompensasi yang layak. Tujuan akhirnya bukan mengurangi tenaga kerja, tetapi menciptakan SDM BUMN yang profesional dan agile,” terangnya.
Menyoal kontribusi BUMN senilai US$ 50 miliar bagi fiskal negara, Anggawira menilai target ini sangat ambisius, meskipun bukan mustahil dicapai, jika pembenahan tata kelola, konsolidasi, dan fokus bisnis dijalankan serius.
Anggawira mencontohkan negara lain, perusahaan milik negaranya bisa menjadi motor fiskal sekaligus global champion. Misalnya Temasek di Singapura atau Petronas di Malaysia.
“Dengan konsolidasi Danantara, efisiensi tata kelola, dan keberanian menutup bisnis yang tidak produktif, saya kira target US$ 50 miliar bisa dikejar secara bertahap dalam lima tahun mendatang,” imbuhnya.
Intinya, disampaikan Anggawira, HIPMI mendukung langkah Presiden Prabowo untuk menata ulang BUMN agar lebih sehat, efisien, dan memberikan kontribusi nyata bagi fiskal negara.
HIPMI berharap, momentum reformasi ini jangan hanya administratif, tetapi harus menghasilkan BUMN yang benar-benar kompetitif dan mampu menjadi penggerak ekonomi nasional. (Syarif)