Jakarta,corebusiness.co.id-Hasil survei Standard & Poor’s (S&P) Global memperlihatkan capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2024 berada di fase ekspansif, yakni sebesar 51,2 atau naik signifikan dibanding November yang mengalami kontraksi di level 49,6.
PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2024 mampu melampui PMI manufaktur RRT (50,5), Jerman (42,5), Rusia (50,8), Inggris (47,3), Amerika Serikat (48,3), Jepang (49,5), Korea Selatan (49,0), Vietnam (49,8), Malaysia (48,6), dan Myanmar (50,4). PMI manufaktur di negara-negara tersebut masih banyak yang mengalami kontraksi.
“Alhamdullilah, industri manufaktur kita kembali rebound setelah lima bulan berturut-turut mengalami kontraksi sejak Juli 2024. Hal ini sejalan dengan laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2024, yang sudah dirilis sebelumnya oleh Kemenperin, menampilkan IKI Desember masih bertahan pada posisi ekspansi, yaitu sebesar 52,93,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (2/1).
Febri menjelaskan, di tengah dinamika politik dan ekonomi global yang tidak pasti, sektor industri manufaktur di Indonesia tetap menunjukkan ketangguhannya.
“PMI manufaktur yang ekspansif ini sekaligus menandakan bahwa kepercayaan diri dan optimisme dari pelaku industri kita masih cukup tinggi. Hal ini turut didukung adanya kenaikan volume produksi dan pesanan baru,” tuturnya.
Di samping itu, banyak pedagang yang membeli barang lebih pada Desember karena masih berlaku tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen, sehingga membuat permintaan pada akhir tahun agak besar.
“Mereka menyimpan stok hingga Januari dan akan dijual dengan tarif PPN 12 persen. Jadi, mereka ada untung kurang lebih 1 persen,” ungkapnya.
Febri mengutarakan, selain terbukti mampu berdaya saing, industri manufaktur di Indonesia juga membuktikan strukturnya cukup baik sehingga produktivitas bisa berjalan lancar dari hulu sampai hilir.
“Tanpa dukungan regulasi yang tepat saja, industri kita sudah bisa ekspansif. Apalagi kalau didukung regulasi yang tepat, seperti pengendalian barang-barang impor, tentunya manufaktur kita akan meroket tinggi,” imbuhnya.
Paul Smith selaku Economics Director S&P Global Market Intelligence mengatakan, perekonomian manufaktur Indonesia berakhir pada tahun 2024 dengan catatan positif. Ekspansi untuk pertama kali sejak pertengahan tahun ini menunjukkan bahwa penjualan dan output mengalami kenaikan.
“Terlebih lagi, besar harapan bahwa tren positif ini akan berlanjut,” harap Paul.
Menurut Paul, banyak perusahaan berharap kenaikan produksi pada tahun mendatang, karena kondisi makro ekonomi stabil dan kekuatan membeli di antara klien membaik.
“Sehingga lapangan kerja dan aktivitas pembelian naik,” ungkapnya. (Rif)