
Jakarta,corebusiness.co.id-Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) menilai Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 belum mendukung pengembangan PLTS atap di Indonesia. Perplatsi meminta pemerintah merevisi Permen ESDM tersebut.
“Saat ini, regulasi yang mengatur pembangunan dan pemasangan PLTS Atap adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024, yang baru diimplementasikan dalam kurun 1 tahun terakhir. Sejak diimplementasikan, Perplatsi melihat Permen tersebut mengandung banyak gagasan yang tidak mendukung pengembangan PLTS atap,” kata Ketua Umum Perplatsi, Muhammad Firmansyah dalam acara Workshop dan EPC Gathering di Jakarta, baru-baru ini.
Firmansyah menyebutkan Skema Ekspor-Impor Listrik yang memuat ketentuan Zero Export secara komersial dalam Permen tersebut. Disebutkan, kelebihan energi listrik dari PLTS atap yang diekspor ke jaringan PLN tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan.
“Secara teknis listrik tetap mengalir dan tercatat, tetapi secara komersial dianggap bernilai nol,” ungkapnya.
Terhadap ketentuan ini, Perplatsi berpendapat bahwa skema zero export sangat tidak berpihak kepada masyarakat. Karena, bukannya memberikan tambahan insentif kepada masyarakat yang secara sukarela memasang PLTS atap, malah mengurangi insentif bagi masyarakat untuk berinvestasi dengan memasang PLTS atap, mengingat tidak adanya mekanisme balas jasa atas kelebihan listrik yang dihasilkan.
Firmansyah juga mengkritik soal mekanisme permohonan dan kuota pengembangan PLTS atap. Disebutkan bahwa pemegang IUPTLU (PT PLN) yang diwajibkan menyusun kuota pengembangan PLTS atap untuk setiap sistem tenaga listrik di wilayahnya, untuk jangka waktu 5 tahun dan dirinci per tahun, serta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan dan dipublikasikan.
“Mekanisme ini terkesan pemegang IUPTLU sebagai “regulator” dalam pembangunan dan pemasangan PTLS atap,” ucap Firmansyah.
Perplatsi juga menyoroti permohonan pembangunan dan pemasangan PLTS atap dilayani hanya melalui aplikasi PLN (PLN Mobile untuk pelanggan PLN), dengan proses pengajuan pada Januari dan Juli setiap tahunnya. Permohonan itu pun dilakukan berdasarkan “first in first serve” sesuai kuota yang tersedia di cluster wilayah. Namun, jika kuota penuh, permohonan masuk daftar tunggu.
“Perplatsi menilai periode permohonan pemasangan hanya dua kali setahun tidak berdasar. Selaiin itu, tidak adanya keterbukaan informasi dari pihak PLN terkait pengajuan permohonan ini yang dapat diakses bersama,” imbuhnya.
Berikutnya, Perplatsi menyinggung soal dokumen permohonan pembangunan dan pemasangan PLTS atap. Dalam hal pembangunan dan pemasangan PLTS atap berskala residensial dan komersial, proses kelengkapan dokumen teknis yang diminta baik untuk permohonan dan perizinan cukup menyulitkan bagi calon pemasang PLTS atap. Pun dalam hal permohonan izin ke Kementerian ESDM, diperlukan perizinan ke dinas provinsi setempat.
“Terkait juga dengan penerbitan SLO, dalam ketentuan saat ini juga diperlukan SLO Pembangkit, sementara untuk kebutuhan residensial atau komersial, Perplatsi memandang cukup menggunakan SLO Tegangan Rendah (SLO TR), seperti yang berlaku dalam ketentuan sebelumnya,” urainya.
Revisi Permen ESDM
Dari ketiga isu di atas yang menjadi tantangan bagi para anggota Perplatsi dalam pengembangan PLTS atap, organisasi ini mengusulkan revisi terhadap Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024, dengan poin-poin revisi sebagai berikut:
I.Memberikan kembali insentif ekonomi kepada masyarakat
II. Peningkatan Transparansi, Keadilan, dan Kemudahan Implementasi: