Kutai Kartanegara,corebusiness.co.id– PT Pertamina EP (PEP) Sangatta Field memperkenalkan inovasi Pengelolaan Limbah Terintegrasi untuk Budidaya Pertanian Regeneratif dan Wujudkan Ketahanan Pangan (PELITA BUAWANA) yang mampu mendongkrak dampak ekonomi petani dan peternak.
Inovasi PELITA BUAWANA merupakan bagian dari program CSR perusahaan, yakni ECO-STEP Semberah, sebagai upaya terintegrasi dalam menjawab tantangan kerusakan lahan pertanian dampak penggunaan pupuk kimia berlebihan, risiko kebakaran hutan dan banjir, serta penguatan ketahanan pangan masyarakat di sekitar wilayah operasi PEP Sangatta Field di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Karena tanah merupakan media tempat tumbuhnya tanaman.
Head of Communication Relations & CID Zona 9 yang menaungi PEP Sangatta Field, Dharma Saputra, mengatakan, program ini hasil kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
“Inovasi PELITA BUWANA dalam ECO-STEP diharapkan mampu menciptakan nilai manfaat yang dapat dinikmati bersama atau creating shared value dalam aspek ekonomi, sosial, lingkungan secara terintegrasi,” kata Dharma.
Dharma menuturkan, program PELITA BUWANA dikembangkan berbasis sistem sirkular dengan rantai nilai yang saling terhubung antarsubunit program. Implementasinya melibatkan beberapa kelompok masyarakat, yaitu Kelompok Tani Wira Karya yang bergerak di pertanian semiorganik, hidroponik, serta pengelolaan depot energi; Kelompok Ternak Idaman yang mengembangkan peternakan ayam pedaging; serta Kelompok Wanita Tani Berseri yang mengelola budidaya jamur tiram. Ketiga subunit itu terhubung dalam satu skema inovasi terpadu yang memanfaatkan limbah sebagai sumber daya baru.
Dalam skema sirkular tersebut, limbah baglog dari budidaya jamur tiram dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak ayam pedaging. Depot energi berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berperan mengolah limbah sawit dan kayu menjadi media tanam jamur dan hidroponik, sekaligus menghidupkan pompa sistem hidroponik. Depot energi ini juga mendukung pertanian semiorganik melalui penyediaan listrik untuk sistem pengairan terpadu dan produksi pestisida nabati berbahan asap cair.
Sebaliknya, sektor pertanian semiorganik memperoleh pupuk kandang dari peternakan ayam pedaging untuk diolah menjadi pupuk organik cair, sehingga seluruh proses membentuk ekosistem pertanian regeneratif yang berkelanjutan.
Program ini secara khusus dirancang inklusif dengan melibatkan kelompok rentan. Sebanyak 12 rumah tangga fakir miskin dilibatkan dalam kegiatan pertanian. Empat lansia berperan dalam pengelolaan sektor hulu hingga hilir pertanian hortikultura dan peternakan ayam pedaging, serta 13 perempuan rawan sosial ekonomi terlibat aktif dalam pertanian hortikultura dan budidaya jamur tiram. Selain itu, sebanyak 160 kepala keluarga di wilayah rawan bencana merasakan manfaat berupa menurunnya potensi kebakaran hutan dan lahan.
“Secara keseluruhan, program ini menjangkau 30 penerima manfaat langsung dan 620 penerima manfaat tidak langsung,” ungkap Dharma.
Perubahan Sistemik
Dharma menyebutkan, melalui inovasi ini, perubahan sistemik juga tercipta di berbagai aspek. Pertama, dari sisi intelektual. Kelompok telah memiliki legalitas usaha berupa NIB, PIRT, sertifikat halal, dan sertifikat Paten.
Kedua, secara individual. Masyarakat memiliki kapasitas mengolah limbah pertanian, peternakan, dan limbah sawit menjadi pupuk organik serta pestisida nabati.
Ketiga, dari aspek sosial. Kelompok berkembang menjadi pusat pembelajaran melalui learning center pertanian.
Keempat, secara kultural. Dua tradisi lokal, Mapulus dan Tasyukuran Tanam Panen, tetap dilestarikan sebagai bagian dari aktivitas pertanian.
Kelima, dari sisi lingkungan dan infrastruktur. Masyarakat kini mampu mengolah sekitar lima ton limbah per tahun serta 2,4 ton limbah sawit dan kayu, didukung oleh keberadaan PLTS, alat asap cair, alat pengering, rumah budidaya jamur tiram, dan instalasi hidroponik.
“Selain itu, berkat program PELITA BUWANA petani bisa menghemat biaya pembelian pupuk sebesar Rp37,5 juta per tahun, pestisida Rp18 juta per tahun, serta penghematan media tanam hidroponik Rp1,5 juta per tahun,” ujar Dharma.
Program ini juga dirancang berkelanjutan melalui regenerasi kepemimpinan lokal dengan hadirnya Choirul Munasikin. Beliau adalah petani hortikultura dengan pengalaman lebih dari 20 tahun yang kini menjadi Ketua Kelompok ECO-STEP.
“Inovasi ini lahir dari kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat, termasuk peran aktif perempuan seperti Mardiyah dan anggota lainnya dalam penguatan kelompok,” imbuhnya.
Dharma menerangkan, secara keseluruhan, capaian kompas keberlanjutan (sustainability compass) menunjukkan penurunan biaya kebutuhan pertanian hingga Rp57 juta per tahun, peningkatan pendapatan anggota rata-rata Rp250 ribu per orang per bulan, terbukanya lapangan kerja baru di sektor pertanian dan peternakan, serta terbentuknya pusat berbagi pengetahuan bagi masyarakat Desa Tanah Datar.
Dari aspek lingkungan, kata dia, program ini mampu mengolah 31 ton limbah organik dan 120 kilogram limbah anorganik per tahun. Sementara dari sisi kesejahteraan, 43,3 persen penerima manfaat langsung merupakan perempuan, mencerminkan komitmen PEP Sangatta Field dalam menghadirkan inovasi sosial yang inklusif, berdampak, dan berkelanjutan.
Menurutnya, inovasi yang dikemas dalam Program PELITA BUAWANA turut mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan sesuai amanat Asta Cita melalui pengembangan metode pertanian yang berkelanjutan. (Rif)