Jakarta,corebusiness.co.id-Sanksi baru AS terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia: Rosneft dan Lukoil, ikut memengaruhi harga minyak mentah berjangka AS. Perdagangan awal Jumat ini (24/10/2025), harganya terkontraksi, memangkas sebagian dari lonjakan hari sebelumnya.
Menukil Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 17 sen, atau 0,3 persen, menjadi $65,82 pada pukul 00.24 GMT. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 17 sen, atau 0,3 persen, menjadi $61,62.
Kedua acuan tersebut melonjak lebih dari 5 persen pada hari Kamis (23/10) dan ditetapkan untuk kenaikan mingguan sekitar 7 persen, yang terbesar sejak pertengahan Juni.
Rusia mendapat sanksi baru dari Presiden AS, Donald Trump, karena masih melanjutkan invasi militer ke Ukraina. Kendati demikian, Presiden Rusia, Vladimir Putin tetap bersikap keras bahwa sanksi AS terhadap dua kilang minyak Rosneft dan Lukoil, tidak akan mengganggu perekonomian Rusia. Rosneft dan Lukoil bersama-sama menyumbang lebih dari 5 persen produksi minyak global.
Menurut sumber perdagangan kepada Reuters, sanksi AS tersebut ikut mendorong perusahaan-perusahaan minyak besar milik negara Tiongkok untuk menangguhkan pembelian minyak Rusia dalam jangka pendek. Perusahaan-perusahaan penyulingan di India, pembeli terbesar minyak Rusia yang diangkut melalui laut, juga akan memangkas impor minyak mentah mereka secara drastis.
“Pembelian yang didorong oleh kekhawatiran ketatnya pasokan akibat sanksi AS terhadap Rusia telah mereda,” kata Satoru Yoshida, analis komoditas di Rakuten Securities.
“Dengan OPEC yang memiliki kapasitas berlebih, reli sepihak sepertinya tidak mungkin terjadi,” ujarnya, memprediksi bahwa WTI diperkirakan akan diperdagangkan sekitar $5 di atas atau di bawah $65.
Menteri Perminyakan Kuwait mengatakan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan siap untuk mengimbangi kekurangan apa pun di pasar dengan mengurangi pemangkasan produksi.
AS menyatakan siap mengambil tindakan lebih lanjut. Negara-negara Uni Eropa juga menyetujui paket sanksi ke-19 terhadap Moskow yang mencakup larangan impor gas alam cair Rusia, sementara Inggris menjatuhkan sanksi kepada Rosneft dan Lukoil pekan lalu.
Menurut data energi AS, Rusia adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia pada tahun 2024 setelah AS.
Di sisi lain, para investor sedang berfokus pada rencana pertemuan antara Trump dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping minggu depan.
Ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing telah meningkat, ditandai dengan tindakan balasan yang diumumkan oleh kedua belah pihak. Pertemuan kedua pemimpin minggu depan tampaknya akan meredakan ketegangan tersebut.
Indonesia Tambah Kuota Impor dari AS
Indonesia adalah salah satu negara importir minyak mentah terbesar di dunia. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyebutkan, konsumsi BBM di dalam negeri sebesar 1,6 juta barrel per hari (setara 159 juta liter minyak per hari). Sementra lifting Indonesia kurang lebih 600 ribu barrel.
“Jadi, kita itu impor 1 juta barrel per day,” kata Bahlil di acara DetikSore on Location: Indonesia Langgas Energi, belum lama ini.
Indonesia yang sebelumnya dikenakan tarif imbal balik impor (resiprokal) AS sebesar 32 persen, turun menjadi 19 persen. Sebagai imbalannya, AS mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia untuk produknya, dengan tarif yang jauh lebih rendah (mendekati nol persen) untuk barang-barang AS yang masuk ke Indonesia.
Selain akses pasar untuk produk AS, kesepakatan ini juga mencakup komitmen impor energi dan produk pertanian dari AS, serta pembelian jet Boeing oleh Indonesia.
Pemerintah Indonesia memastikan akan menambah impor minyak mentah (crude), Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari AS. Hal ini sesuai komitmen Pemerintah Indonesia saat negosiasi tarif dagang dengan Pemerintah AS hingga US$ 15,5 miliar.
Seperti diberitakan, sepanjang tahun 2024 lalu, Indonesia tercatat telah mengimpor produk hasil minyak senilai US$ 21,6 miliar atau Rp 352,38 triliun. Namun demikian, dari total impor tersebut, kontribusi impor hasil minyak dari Amerika Serikat (AS) hanya sebagian kecil.
Berdasarkan data dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), impor hasil minyak dari AS hanya sebesar US$ 19 juta atau sekitar 0,1 persen dari total impor Indonesia. Hal ini menunjukkan kontribusi yang sangat kecil dalam pasokan energi domestik.
Singapura menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai mencapai US$ 11,40 miliar atau 53 persen dari total impor BBM RI. Diikuti oleh Malaysia dengan US$ 4,52 miliar atau 21 persen.
Kemudian, China sebesar US$ 1,04 miliar atau 5 persen, Arab Saudi US$ 0,83 miliar atau 4 persen, India US$ 0,73 miliar atau 3 persen, Korea Selatan US$ 0,72 miliar atau 3 persen, dan negara lainnya sebesar US$ 2,31 miliar atau 11 persen.