Indonesia Tambah Kuota Impor dari AS
Indonesia adalah salah satu negara importir minyak mentah terbesar di dunia. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyebutkan, konsumsi BBM di dalam negeri sebesar 1,6 juta barrel per hari (setara 159 juta liter minyak per hari). Sementra lifting Indonesia kurang lebih 600 ribu barrel.
“Jadi, kita itu impor 1 juta barrel per day,” kata Bahlil di acara DetikSore on Location: Indonesia Langgas Energi, belum lama ini.
Indonesia yang sebelumnya dikenakan tarif imbal balik impor (resiprokal) AS sebesar 32 persen, turun menjadi 19 persen. Sebagai imbalannya, AS mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia untuk produknya, dengan tarif yang jauh lebih rendah (mendekati nol persen) untuk barang-barang AS yang masuk ke Indonesia.
Selain akses pasar untuk produk AS, kesepakatan ini juga mencakup komitmen impor energi dan produk pertanian dari AS, serta pembelian jet Boeing oleh Indonesia.
Pemerintah Indonesia memastikan akan menambah impor minyak mentah (crude), Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari AS. Hal ini sesuai komitmen Pemerintah Indonesia saat negosiasi tarif dagang dengan Pemerintah AS hingga US$ 15,5 miliar.
Seperti diberitakan, sepanjang tahun 2024 lalu, Indonesia tercatat telah mengimpor produk hasil minyak senilai US$ 21,6 miliar atau Rp 352,38 triliun. Namun demikian, dari total impor tersebut, kontribusi impor hasil minyak dari Amerika Serikat (AS) hanya sebagian kecil.
Berdasarkan data dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), impor hasil minyak dari AS hanya sebesar US$ 19 juta atau sekitar 0,1 persen dari total impor Indonesia. Hal ini menunjukkan kontribusi yang sangat kecil dalam pasokan energi domestik.
Singapura menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai mencapai US$ 11,40 miliar atau 53 persen dari total impor BBM RI. Diikuti oleh Malaysia dengan US$ 4,52 miliar atau 21 persen.
Kemudian, China sebesar US$ 1,04 miliar atau 5 persen, Arab Saudi US$ 0,83 miliar atau 4 persen, India US$ 0,73 miliar atau 3 persen, Korea Selatan US$ 0,72 miliar atau 3 persen, dan negara lainnya sebesar US$ 2,31 miliar atau 11 persen.