
Jakarta,corebusiness.co.id-Menteri Keuangan AS, Scott Bessent mengatakan, para pejabat perdagangan AS akan bertemu kembali dengan pejabat Tiongkok dalam dua atau tiga bulan ke depan untuk membahas masa depan hubungan ekonomi kedua negara.
Hal itu disampaikan Bessent pada Selasa (12/8/2025), setelah kedua mitra dagang memperpanjang gencatan senjata tarif dagang selama 90 hari, yang mencegah pengenaan bea masuk tiga digit atas barang-barang dari AS maupun Tiongkok.
Dalam wawancara di acara “Kudlow” di Fox Business Network, Bessent juga mengatakan Presiden Tiongkok Xi Jinping telah mengundang Trump ke sebuah pertemuan, tetapi pertemuan tersebut belum dijadwalkan.
“Tidak ada tanggalnya. Presiden Trump belum menyetujuinya,” kata Bessent, seperti dikutip Reuters.
Pada awal Juli, Trump mengatakan bahwa AS dan Tiongkok semakin dekat mencapai kesepakatan perdagangan dan ia akan bertemu Xi sebelum akhir tahun jika kesepakatan tercapai.
Bessent juga mengatakan di Fox Business bahwa AS perlu melihat kemajuan dalam “beberapa bulan, bahkan kuartal, mungkin juga setahun” terkait aliran fentanil sebelum mempertimbangkan pengurangan tarif terhadap Tiongkok.
Washington menuduh Beijing gagal mengekang aliran bahan kimia prekursor untuk fentanil, penyebab utama kematian akibat overdosis di AS. Sebaliknya, Beijing membela catatan pengendalian narkobanya dan menuduh Washington menggunakan fentanil untuk “memeras” Tiongkok.
Untuk diketahui, fentanil adalah opioid kuat yang digunakan sebagai analgesik (penghilang nyeri) dan obat bius (jika diberikan bersamaan dengan obat lain.
Obat yang dicampurkan fentanil juga digunakan untuk tujuan kesenangan, kadang dicampur dengan heroin, kokain, atau metamfetamin, dan tindakan ini berpotensi menyebabkan overdosis mematikan.
Fentanil bekerja cepat dan biasanya bertahan kurang dari dua jam. Obat ini tersedia dalam bentuk suntikan, semprot hidung, atau plester transdermal, juga dapat diserap di dalam mulut di bawah pipi sebagai lozenge atau tablet.
Regulator AS menyetujui penggunaan obat ini dalam pengaturan medis sebagai pereda nyeri pada tahun 1960-an. Tetapi, sejak itu menjadi obat utama yang menyebabkan kematian akibat overdosis opioid di AS.
Berdasarkan cacatan Pusat Penyakit AS (DCD), lebih dari 48.000 warga AS meninggal pada tahun 2024 setelah mengonsumsi campuran obat yang mengandung fentanil.
AS telah lama menuduh perusahaan-perusahaan Tiongkok secara sadar memasok komponen kimia kepada geng-geng yang memperdagangkannya. Gedung Putih juga menuduh Kanada dan Meksiko gagal mencegah geng-geng kriminal menyelundupkan fentanil ke AS.
Fentanil sering dicampur dengan obat-obatan terlarang lainnya, menyebabkan banyak pengguna tidak menyadari bahwa zat yang mereka konsumsi mengandung fentanil. Dosis fentanil sebesar dua miligram saja-kira-kira seukuran ujung pensil-dapat berakibat fatal.
Selama dekade terakhir, rantai pasokan fentanil global telah meluas, sehingga semakin sulit bagi penegak hukum dan pembuat kebijakan untuk mengendalikannya.
Tiongkok merupakan sumber utama bahan kimia prekursor yang digunakan untuk memproduksi fentanil.
Trump memberlakukan tarif 20 persen atas impor Tiongkok terkait masalah ini pada bulan Februari, dan tarif tersebut tetap berlaku meskipun gencatan senjata perdagangan yang rapuh dicapai oleh kedua belah pihak di Jenewa pada Mei 2025. Tarif dasar tambahan sebesar 10 persen juga telah diberlakukan atas impor Tiongkok.
AS masih Defisit $291 Miliar
Di tengah rencana pertemuan antara pejabat perdagangan AS dan Tiongkok, Departemen Keuangan AS melaporkan kondisi keuangan pada Juli 2025. Dilaporkan defisit anggaran pemerintah AS meningkat hampir 20 persen menjadi $291 miliar, meskipun terjadi lonjakan penerimaan bea cukai hampir $21 miliar akibat tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Pengeluaran tumbuh lebih cepat daripada penerimaan, menjadi penyebab terjadinya defisit.
Defisit untuk bulan Juli naik 19 persen, atau $47 miliar, dibandingkan Juli 2024. Penerimaan untuk bulan tersebut tumbuh 2 persen, atau $8 miliar, menjadi $338 miliar, sementara pengeluaran melonjak 10 persen, atau $56 miliar, menjadi $630 miliar. Rekor tertinggi untuk bulan tersebut.
Departemen Keuangan juga melaporkan penerimaan bea cukai bersih pada Juli tahun ini tumbuh menjadi sekitar $27,7 miliar dari sekitar $7,1 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, akibat tarif yang lebih tinggi yang diberlakukan oleh Trump. Penerimaan ini sebagian besar sejalan dengan peningkatan penerimaan bea cukai pada Juni setelah pertumbuhan yang stabil sejak April.
Padahal, Trump telah menggembar gemborkan miliaran dolar yang mengalir ke kas AS dari pemberlakuan tarif resiprokal kepada mitra dagang dari banyak negara. Tetapi, bea masuk tersebut dibayarkan oleh perusahaan yang mengimpor barang, dengan beberapa biaya seringkali dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi.
Data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada Selasa menunjukkan kenaikan harga untuk beberapa barang yang sensitif terhadap tarif seperti furnitur, alas kaki, dan suku cadang mobil. Meskipun kenaikan komoditi tersebut diimbangi oleh harga BBM yang lebih rendah dalam indeks keseluruhan.
Diungkapkan Departemen Keuangan AS, selama 10 bulan pertama tahun fiskal ini, total bea cukai mencapai $135,7 miliar, naik $73 miliar, atau 116 persen, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan AS Bessent mengutarakan dalam program “Kudlow” di Fox Business Network bahwa peningkatan pendapatan tarif AS akan menyulitkan Mahkamah Agung untuk menolak pajak impor Trump, jika gugatan hukum terhadapnya diajukan ke pengadilan tertinggi negara tersebut.
Sementara Direktur Lab Anggaran University Yale bidang ekonomi makro, Ken Matheny, mengatakan, belum jelas seberapa besar peningkatan pendapatan tarif bulanan AS selanjutnya, tetapi tarif yang diterapkan, diukur dengan bea masuk dibagi nilai impor barang, masih sekitar 10 persen. Angka ini lebih rendah dari rata-rata tarif saat ini yang sekitar 18 persen berdasarkan pengumuman terbaru. (Rif)