
Berdasarkan cacatan Pusat Penyakit AS (DCD), lebih dari 48.000 warga AS meninggal pada tahun 2024 setelah mengonsumsi campuran obat yang mengandung fentanil.
AS telah lama menuduh perusahaan-perusahaan Tiongkok secara sadar memasok komponen kimia kepada geng-geng yang memperdagangkannya. Gedung Putih juga menuduh Kanada dan Meksiko gagal mencegah geng-geng kriminal menyelundupkan fentanil ke AS.
Fentanil sering dicampur dengan obat-obatan terlarang lainnya, menyebabkan banyak pengguna tidak menyadari bahwa zat yang mereka konsumsi mengandung fentanil. Dosis fentanil sebesar dua miligram saja-kira-kira seukuran ujung pensil-dapat berakibat fatal.
Selama dekade terakhir, rantai pasokan fentanil global telah meluas, sehingga semakin sulit bagi penegak hukum dan pembuat kebijakan untuk mengendalikannya.
Tiongkok merupakan sumber utama bahan kimia prekursor yang digunakan untuk memproduksi fentanil.
Trump memberlakukan tarif 20 persen atas impor Tiongkok terkait masalah ini pada bulan Februari, dan tarif tersebut tetap berlaku meskipun gencatan senjata perdagangan yang rapuh dicapai oleh kedua belah pihak di Jenewa pada Mei 2025. Tarif dasar tambahan sebesar 10 persen juga telah diberlakukan atas impor Tiongkok.
AS masih Defisit $291 Miliar
Di tengah rencana pertemuan antara pejabat perdagangan AS dan Tiongkok, Departemen Keuangan AS melaporkan kondisi keuangan pada Juli 2025. Dilaporkan defisit anggaran pemerintah AS meningkat hampir 20 persen menjadi $291 miliar, meskipun terjadi lonjakan penerimaan bea cukai hampir $21 miliar akibat tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Pengeluaran tumbuh lebih cepat daripada penerimaan, menjadi penyebab terjadinya defisit.
Defisit untuk bulan Juli naik 19 persen, atau $47 miliar, dibandingkan Juli 2024. Penerimaan untuk bulan tersebut tumbuh 2 persen, atau $8 miliar, menjadi $338 miliar, sementara pengeluaran melonjak 10 persen, atau $56 miliar, menjadi $630 miliar. Rekor tertinggi untuk bulan tersebut.