
Jakarta,corebusiness.co.id-Ribuan penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengalami keracunan. YLKI dan praktisi kesehatan masyarakat menekankan kepada pemerintah untuk memperbaiki ketentuan standardisasi higiene hulu hilir MBG.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat per September 2025 terjadi sekitar 6.452 kasus keracunan menu MBG. Sementara data pemerintah yang dihimpun Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, serta BPOM mencatat jumlah total korban berada di kisaran 5 ribu orang.
Data JPPI menunjukkan lima provinsi dengan jumlah keracunan MBG terbanyak, yakni Jawa Barat dengan 2.012 kasus, DI Yogyakarta 1.047 kasus, Jawa Tengah 722 kasus, Bengkulu 539 kasus, dan Sulawesi Tengah 446 kasus.
Banyaknya konsumen yang menjadi korban keracunan menu MBG menjadi sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga ini mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut.
“Tentu ini menjadi catatan penting untuk pembenahan program MBG ke depan yang memenuhi beberapa prinsip, seperti keamanan, kesehatan, dan juga keselamatan bagi konsumen, kata Ketua YLKI, Niti Emiliana melalui keterangan tertulis.
YLKI menilai, munculnya berbagai macam polemik MBG, menjadi indikator ketidaksiapan pelaksanaan MBG. Jika tidak dilakukan perbaikan secara serius dan komprehensif, MBG akan menjadi bom waktu penerima manfaat lainnya dalam peningkatan angka kesakitan bagi penerima manfaat.
“Bila perlu dilakukan penghentian sementara program MBG untuk menjamin perbaikan secara sempurna dan menyeluruh,” ujar Emiliana.
Sertifikat Higiene
Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama, M.K.M., menyatakan, banyaknya penerima manfaat MBG yang mengalami keracunan di suatu tempat, harus dikatakan kejadian luar biasa.
Ngabila menekankan, semua provider yang menjadi mitra penyedia MBG wajib memiliki sertifikat layak higiene dari Dinas Kesehatan melalui Puskesmas setempat. Mereka harus memastikan semua bahan olahan sehat, bersih, sesuai standar kesehatan.
“Termasuk cara dan ketentuan lama penyimpanan bahan baku, suhu penyimpanan, cara pengolahan mulai tahapan mencuci, memotong, memasak, pengemasan, distribusi, menghidangkan, kebersihan alat makan yang dipakai, dan lain-lain,” jelas Kepala Seksi Pelayanan Medik & Keperawatan RSUD Taman Sari, Jakarta Pusat tersebut.
Tak hanya itu, untuk makanan yang telah diberikan, harus habis dimakan oleh siswa di sekolah, tidak boleh dibawa pulang, karena akan terkontaminasi liur, dan lebih lama waktu memakannya dari proses masak.
“Sebisa mungkin makanan dimasak dekat dari waktu penyajian, maksimal 3 jam, dan dipastikan hangat dan kondisi fresh,” sarannya.
Tak kalah penting, untuk memberikan pengetahuan kepada para guru dan siswa untuk mengenali bau yang tidak biasa sebelum makanan dikonsumsi. Jika ada indikasi basi dari mulai bau, warna, rasa, dan lain-lain, jangan dikonsumsi.
“Jika ada kasus keracunan, sisa makanan harus disimpan dan sampel diperiksa,” imbuhnya.
Menurutnya, akan lebih baik jika provider MBG selalu menyimpan sampel masakan per harinya. Jika terjadi keracunan makanan, maka masih ada sampel masakan untuk diperiksa di laboratorium. Tujuannya untuk mengetahui apa sebenarnya patogen atau zat penyebab keracunan makanan tersebut. (Rif)