
Ia mengungkapkan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan melalui Balai Pemasyarakatan siap mengulangi kesuksesan penanganan pidana kasus anak, dengan dampingan dan rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas yang mengutamakan ketetapan diversi dan putusan nonpenjara bagi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH), sejak berlakunya Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sehingga sejak berlakunya di tahun 2012 jumlah hunian anak di Lapas dan Rutan mampu turun drastis, dari yang sebelumnya 7000-an anak menjadi 2000 anak di LPKA, Lapas, dan Rutan hingga saat ini.
Agus menyatakan bahawa Pemasyarakatan siap mengulangi keberhasilan tersebut pada kasus pidana pelaku dewasa.
“Selain meningkatkan kualitas pelaksanaan pidana, pidana alternatf juga berpotensi besar menurunkan angka overcrowding yang selama ini menjadi permasalahan klasik di lapas rutan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Agus menjelaskan peran PK Bapas yang sangat kompleks, tidak hanya sebagai pelaksana fungsi pembimbingan kemasyarakatan, namun juga arsitek yang merancang dan mendesain kembali jembatan reintegrasi, jembatan yang sempat terputus akibat suatu tindak pidana.
“Jembatan itu dibangun kembali dengan semangat gotong royong antara klien, masyarakat, Pemasyarakatan, Aparat Penegak Hukum (APH), dan pemerintah daerah terhadap perbuatan menyimpang yang terabaikan,” tuturnya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowoyo ang juga turut hadir, menyampaikan bahwa aksi bersih-bersih oleh Klien Pemasyarakatan adalah sebagai salah contoh pelaksanaan pidana kerja sosial nantinya.
“Saya sangat exited pada kegiatan bersih-bersih serentak oleh Klien Pemasyarakatan. Ke depannya akan ada bentuk pidana alternatif lainnya untuk pidana kerja sosial, dan saat ini sedang disusun rancangan pelaksaan pidana alternatif tersebut,” kata Harkristuti.