
Jakarta,corebusiness.co.id-Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menjabarkan strategi menyelamatkan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekenomi Indonesia, setelah dinilai anggota Komisi XI DPR tidak mempunyai program out of the box.
Dihujani kritikan anggota Komisi XI DPR, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya menceritakan pengalamannya ketika diminta membantu mengatasi kondisi ekonomi sedang tercekik di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Program apa yang akan saya buat, kenapa Presiden Prabowo mau menunjuk saya? Apa dia salah tunjuk? Mungkin nggak,” Purbaya mulai menjelaskan programnya sebagai Menteri Keuangan Kabinet Merah Putih saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).
“Jadi begini, saya ekonom sudah cukup lama. Tahun 2000 jadi ekonom, pulang sekolah langsung menjadi financial sector. Tahun 2002, membantu tim think thank-nya Pak SBY, Brighten Institute, sering memberikan masukan,” tuturnya.
Tahun 2010, lanjutnya, menjadi Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa. Tahun 2019, ketika menjadi Deputi di Kantor Staf Presiden RI (KSP), dia memberi masukan kepada Presiden Jokowi, ketika kondisi ekonomi Indonesia sedang menurun.
“Jadi, bagaimana memenej ekonomi, itu bukan barang baru untuk saya. Ini jangan dibilang sombong, ya. Tapi kan Anda mesti tahu, saya harus meyakinkan Bapak-bapak kan?” ucap Purbaya.
Purbaya menceritakan, saat mengejar gelar Doktor bidang Ilmu Ekonomi di Purdue University, Indiana, Amerika Serikat tahun 1995, kelak ilmunya akan dipakai di Tanah Air.
“Tapi, sebelum pendidikan selesai, tahun 1998 terjadi kiris. Ketika saya pulang, negara sudah berantakan,” imbuhnya.
Diam-diam, Purbaya mempelajari faktor penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia.
“Di buku moneter ada pemenang-pemenang Nobel yang bilang bahwa dia mempelajari krisis di tahun 1930 di AS. Dia bilang, bunga (bank) nol tapi masih krisis. Rupanya waktu itu, meskipun bunganya rendah, uang sebagai vitamin di sistem perekonomian negatif. Jadi, ekonominya dicekek,” tukasnya.
“Itu sebenarnya yang melandasi teori utama kebijakan moneter. Jika Anda ingin melihat kebijakan moneter, jangan hanya dilihat dari suku bunga. Dia bilang begitu. Lihat laju pertumbuhan uang primer atau base money,” lanjutnya.
Ia menegaskan, dampak kebijakan moneter amat signifikan bagi perekonomian suatu negara. Menurutnya, tahun 1997/1998, pemerintah melakukan kesalahan fatal. Pada waktu itu Bank Indonesia (BI) menaikan bunga sampai 60 persen lebih, karena untuk menjaga rupiah.
“Semua berpikir kita melakukan kebijakan uang ketat, maka bunganya ditinggikan. Tapi, kalau kita melihat di belakangnya, apa yang terjadi? Kita mencetak base money tumbuhnya 100 persen. Jadi, kebijakannya kacau balau. Jadi (sebenarnya) mau apa? Mau ketat atau mau longgar? Jika kita melakukan kebijakan kacau, yang keluar adalah setan-setan dari kebijakan itu,” kritiknya.