160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Bingung Program DME Batubara Gagal, Menkeu Buka Pintu untuk Investor

Menkeu Purbaya saat Raker dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor atau perusahaan yang ingin membangun industri hilirisasi batubara, termasuk industri pengolahan dimethyl ether (DME) di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Menkeu Purbaya terkait kebijakan Kemenkeu akan memberlakukan tarif bea keluar (BK) terhadap komoditas batubara dan emas mulai tahun 2026 saat rapat kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).

Purbaya melaporkan bahwa penerimaan BK tahun 2024 sebesar Rp 20,9 triliun mayoritas berasal dari komoditas nonmineral, terutama crude palm oil (CPO), sedangkan produk mineral mayoritas dari tembaga.

“Penurunan BK dipengaruhi oleh volume produksi komoditas, kebijakan tarif BK, terutama harga komoditas,” ungkap Purbaya

750 x 100 PASANG IKLAN

Purbaya juga menyebut bahwa kontribusi pertambangan mineral dan batubara (minerba) terhadap perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) trennya mengalami penurunan. Tetapi, industrialisasi hilir, terutama logam dasar, justru meningkat secara signifikan.

PDB industri pengolahan logam dasar tumbuh dari Rp 168 triliun (0,9 persen PDB) pada 2022 menjadi Rp 226,4 triliun (1,0 persen PDB) pada 2024, dan diperkirakan mencapai Rp 243,4 triliun pada 2025.

“Hal ini menggambarkan terjadi pergeseran struktur dari dominasi kegiatan hulu minerba menjadi hilirisasi yang memberi nilai tambah lebih tinggi,” ujarnya.

Menurutnya, di tahun 2026, upaya optimalisasi penerimaan sektor minerba menghadapi beberapa tantangan. Seperti fluktuasi harga komoditas, inisiatif transisi energi hijau dan iklim, serta kebutuhan menjaga konsistensi penerimaan negara.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menjawab tantangan tersebut, pemerintah akan memanfaatkan berbagai instrumen fiskal yang relevan, seperti penerapan bea keluar atas ekspor emas dan batubara, untuk mendukung terpenuhinya pasokan bahan baku dalam negeri, mendorong hilirisasi, memperkuat tata Kelola pengawasan, dan meningkatkan penerimaan negara.

Purbaya menargetkan pemasukan negara dari BK batubara sekitar Rp 20 triliun, dan emas Rp 3 triliun per tahun. Langkah pertama, tambahan pemasukan sebesar Rp 23 triliun ini akan dipergunakan untuk mengurangi defisit keuangan negara.

Dijelaskan, sesuai Pasal 2A UU No.17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, BK bertujuan antara lain untuk menjaga ketersediaan supply di dalam negeri dan atau menstabilkan harga komoditas. Penerapan BK memperhatikan pengembangan komoditas dari kementerian/lembaga pembina sektor. Selain itu, penerapan BK juga memperkuat ruang fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Nilai Tambah Batubara

Menanggapi pernyataan Komisi XI DPR terkait kurang maksimalnya program transisi energi hijau dari komoditas batubara, Purbaya malah menyentil kehadiran UU Cipta Kerja.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menurutnya, UU Cipta Kerja yang diterapkan tahun 2020 menetapkan batubara dari barang nonpajak menjadi barang kena pajak. Akibatnya, industri batubara minta restitusi PPN ke pemerintah yang besaran dalam rupiah sekitar Rp 25 triliun per tahun.

“Padahal, kalau dihitung dari cost dan segala macam, sebenarnya uang mereka ada. (Tapi) cost-nya digelembungin segala macam, NET income kita dari industri batubara bukannya positif malah dengan pajak segala macam jadi negatif,” bebernya.

Purbaya menilai, dari UU Cipta Kerja itu, pemerintah secara tidak langsung memberikan subsidi ke industri yang sudah mendapatkan keuntungan.

“Kembali ke UUD 1945 Pasal 33, akibatnya kita tidak menyejahterakan masyarakat, malah pengusaha batubara saja yang untungnya lebih banyak. Makanya kenapa pajak saya tahun ini turun, karena biaya restitusi cukup besar,” ucapnya.

Ia menguraikan bahwa desain penerapan BK terhadap batubara dan emas ingin mengembalikan kebijakan di industri minerba. Selain itu, untuk mengkover kehilangan pendapatan negara karena ada perubahan kebijakan seiring munculnya UU Cipta Kerja.

“Dari sisi daya saing di pasar global pun tidak akan berkurang. Karena, seperti sebelumnya, mereka sudah bisa bersaing di pasar global. Ini kan aneh, orang kaya semua, ekspor untungnya banyak, tapi disubsidi pemerintah. Itu sebetulnya filosofi di balik kebijakan BK,” jelasnya.

Purbaya juga menyinggung tidak berjalannya program transisi hijau dari industri hilir batubara, seperti program dimethyl ether (DME). Ia mengaku bingung, tidak tahu penyebab tidak berjalannya industri pengolahan produk turunan batubara tersebut.

“Program DME PTBA gagal. Ada perusahaan dari Amerika, Air Product & Chemical Inc (APCI) yang ahli di bidang DME sudah siap investasi, juga nggak jalan. Saya nggak tahu di mana salahnya. Waktu itu semangatnya tidak betul-betul dijalankan dengan baik,” tukasnya.

Purbaya berjanji, ke depan dengan adanya kebijakan BK, jika ada perusahaan atau investor masuk lagi dalam program DME atau program transisi hijau lainnya, ia pastikan akan disambut dengan baik. Bila perlu, katanya, mereka diberikan insentif yang pas sehingga mereka bisa betul-betul investasi di Indonesia.

“Orang kita selalu bilang, itu merugikan, itu merugikan. Saya nggak tahu yang bergerak siapa, industri batubaranya atau konsumen dalam negeri, saya nggak tahu. Tapi, basically minat investor ketika itu selalu ada, tapi selalu kita persulit,” katanya, seraya berharap, ke depan hal-hal yang mempersulit masuknya investor di Indonesia tidak terulang kembali. (Rif)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
PASANG IKLAN

Tutup Yuk, Subscribe !