Pembiayaan Utang Negara
Untuk pembiayaan utang negara, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara menyampaikan, hingga 30 November 2025 telah direalisasikan Rp 614,9 triliun atau 84,06 persen dari outlook pembiayaan utang sebesar Rp 731,5 triliun, untuk menutup defisit 2,78 persen dari PDB–sesuai outlook laporan sementara (Lapsem).
“Saat ini defisit PDB sebesar 2,35 persen. Namun, sesuai dengan laporan semester di DPR kemarin, kita perkirakan defisitnya 2,78 persen dari PDB. Jadi, defisit saat ini 2,35 persen dari PDB, itu on track, menuju desain dari APBN,” kata Suahasil.
Suahasil juga menyampaikan pertemuan Lapsem sebelumnya bahwa pemerintah telah mendapatkan persetujuan DPR untuk penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 85,6 triliun. Angka SAL ini untuk membantu efisensi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Pemenuhan pembiayaan ini terkendali melalui langkah antisipatif seperti prefunding, ketersediaan kas yang memadai, serta active cash and debt management. Termasuk penempatan dana Rp 200 triliun di perbankan umum.
“Pemerintah juga secara solid bersinergi dengan Bank Indonesia melalui skema debt switching pada SBN yang diterbitkan saat Covid-19 yang telah jatuh tempo, untuk mengurangi refinancing. SBN tersebut ada yang jatuh tempo 2025, 2026, 2027, dan 2028,” imbuhnya.
Debt switching, kata dia, tidak hanya dilakukan dengan BI. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu juga melakukan skema ini dengan lembaga multilateral dan lembaga lain. (Rif).