
Jakarta,corebusiness.co.id-Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell menyatakan masih mengumpulkan data-data tentang arah ekonomi AS sebelum mengubah suku bunga. Namun, dia mengingatkan bahwa kebijakan tarif Presiden Donald Trump berisiko mendorong inflasi dan angka pengangguran.
Setelah sekian waktu mengamati perkembangan ekonomi AS pasca kebijakan tarif imbal balik Presiden Trump, Ketua Federal Reserve AS (The Fed/Fed), Jerome Powell, akhirnya muncul sebagai pembicara di Economic Club of Chicago, Rabu sore (16/4/2025). Sebelumnya, Powell muncul di pertemuan dua hari Komite Pasar Terbuka Federal mengenai kebijakan suku bunga, di Washington, D.C., AS, Rabu (19/3/2025).
Media massa dan pengamat di AS tentu sangat menunggu-nunggu pernyataan Powell, selaku Ketua Fed. Seperti diketahui, Federal Reserve adalah lembaga yang sangat penting dalam sistem keuangan AS dan memengaruhi ekonomi global secara luas. Kebijakan yang diambil oleh bank sentral ini dapat memengaruhi tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar dolar AS, yang pada akhirnya memengaruhi pasar keuangan internasional.
Mengutip dari Reuters, dalam pidatonya Powell mengatakan, untuk saat ini pihaknya berada dalam posisi menunggu kejelasan yang tepat sebelum mempertimbangkan penyesuaian apa pun terhadap sikap kebijakan Fed.
Ketika dilangsungkan sesi tanya jawab, Powell menyampaikan beberapa catatan situasi terkini di AS yang berpotensi sulit berkembang, di mana harga didorong lebih tinggi oleh tarif, sementara pertumbuhan ekonomi dan kemungkinan pasar tenaga kerja melemah, yang membuat inflasi dan lapangan kerja semakin jauh dari tingkat yang diinginkan Fed.
Sebelumnya, Fed mencoba menjaga inflasi AS tetap stabil di angka 2 persen sambil mempertahankan lapangan kerja maksimum.
“Saya pikir kita akan menjauh dari tujuan tersebut, mungkin untuk sisa tahun ini. Atau setidaknya tidak membuat kemajuan apa pun. Karena dampak dari tarif Trump, sejauh ini terbukti lebih besar daripada skenario paling parah dalam perkiraan perencanaan Fed,” kata Powell.
Ia menyebut rencana tarif Trump sebagai “perubahan mendasar” yang tidak memberikan para pelaku bisnis dan ekonom persamaan yang jelas untuk dipelajari.
Dalam pernyataan publik pertamanya tentang volatilitas keuangan di Washington, D.C, Rabu (19/3/2025), Powell mengatakan ia merasa pasar obligasi dan saham berfungsi dengan baik, menunjukkan investor beradaptasi dengan lanskap kebijakan baru.
Ketika ditanya apakah ada “Fed put” di mana bank sentral akan turun tangan jika pasar anjlok, Powell menjawab, “tidak”. Dia lalu memberikan penjelasan, “Pasar sedang berjuang dengan banyak ketidakpastian, dan itu berarti volatilitas. Meskipun demikian, pasar (masih) berfungsi seperti yang Anda harapkan.”
Ternyata, saham AS sudah turun pada sesi sebelum Powell berbicara, memperpanjang kerugian AS sesudahnya.
Lebih Agresif
“Saya pikir orang-orang mengharapkan Powell bersikap netral, ternyata dia malah bersikap agresif,” kata Penasihat Senior Kelayakan di Ballast Rock Private Wealth di Charleston, Carolina Selatan, Jim Carroll tentang kerugian tambahan dalam saham sebagai tanggapan atas pernyataan Powell tidak ada “Fed put”.
Dalam percakapan yang luas, Powell juga mengatakan bahwa Fed sedang memantau dengan saksama hasil kasus Mahkamah Agung tentang pemecatan pejabat di lembaga independen oleh Trump. Tetapi, ia tidak berpikir hasilnya akan berlaku untuk Fed.
Powell menegaskan Fed adalah lembaga independen, dan masalah hukum hanya dapat diubah oleh Kongres AS. Dia berjanji untuk mengabaikan pengaruh politik dan menetapkan kebijakan moneter berdasarkan ekonomi, tanpa mempertimbangkan faktor politik atau faktor eksternal lainnya.
Namun, untuk saat ini, politik seputar tarif telah membuat Fed menebak-nebak. Masih belum pasti di mana kebijakan perdagangan akan berakhir, dan bolak-balik membuat bisnis perusahaan dan individu tidak yakin bagaimana harus bereaksi. Pejabat Fed khawatir kondisi ini dapat meningkatkan ekspektasi publik tentang inflasi di masa mendatang.
Powell mengungkap, pertumbuhan ekonomi AS tampaknya melambat, dengan belanja konsumen tumbuh moderat, serbuan impor untuk menghindari tarif yang kemungkinan akan membebani estimasi produk domestik bruto, dan sentimen pasar memburuk.
Ia menyebutkan suku bunga acuan The Fed saat ini adalah 4,25 persen-4,50 persen, yang telah terjadi sejak Desember 2024, setelah beberapa kali pemotongan suku bunga akhir tahun lalu. Sejak itu, kemajuan dalam memulihkan inflasi ke target The Fed sebesar 2 persen telah melambat.
Menurutnya, tarif Trump mengancam untuk membalikkan sebagian dari keuntungan tersebut, dan pejabat The Fed masih berfokus pada pengembilan kebijakan, apakah kenaikan harga yang diantisipasi akan berubah menjadi inflasi yang terus-menerus, sehingga memerlukan respons kebijakan moneter.
Penilaian tentang kemungkinan dampak tarif Trump, kata dia, akan menjadi pusat perdebatan The Fed mendatang, tentang apakah akan membiarkan suku bunga tidak berubah, menurunkannya, atau bahkan mempertimbangkan kenaikan suku bunga.
“Tarif Trump sangat mungkin menghasilkan setidaknya kenaikan sementara dalam inflasi. Dampak inflasi juga bisa lebih persisten,” kata Powell.
Menghindari hasil tersebut, Powell menganalisis, akan bergantung pada besarnya dampak, pada berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sepenuhnya memengaruhi harga, yang pada akhirnya menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjaga. (Rif)