Penggunaan simulator ini juga menjadi sarana penting untuk memahami alur baru dalam pelaporan dan pembayaran pajak yang lebih efisien. Wajib pajak yang berpartisipasi dalam uji coba ini dapat memberikan masukan kepada DJP terkait pengalaman penggunaan sistem, yang pada gilirannya akan membantu pemerintah melakukan perbaikan sebelum sistem Coretax diimplementasikan secara penuh.
“Oleh karena itu, wajib pajak sebaiknya tidak melewatkan kesempatan untuk mencoba simulator ini dan memastikan bahwa mereka siap dengan perubahan sistem yang akan datang,” sarannya.
Ia menyarankan, untuk memastikan wajib pajak tidak kesulitan dalam mengikuti aturan baru yang berlaku seiring dengan hadirnya Coretax, pemahaman mengenai ketentuan terbaru sangat penting. Salah satu peraturan yang perlu dipahami adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024). PMK ini berisi pedoman mengenai mekanisme pelaporan pajak, tata cara pembayaran, serta sanksi-sanksi yang berlaku jika wajib pajak tidak mematuhi ketentuan.
Sebagai bagian dari sistem administrasi perpajakan yang baru, Coretax akan mengubah cara pengelolaan laporan dan pembayaran pajak secara signifikan. Oleh karena itu, wajib pajak perlu memahami dengan seksama aturan yang ada dalam PMK 81/2024 agar tidak mengalami kebingungan atau kesalahan dalam pelaporan pajak mereka.
“Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PMK ini antara lain adalah penandatanganan secara elektronik dengan sertifikat digital, format pelaporan yang baru, proses verifikasi otomatis yang diterapkan oleh sistem, serta batas waktu pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Masa dari paling lambat tanggal 10 menjadi tanggal 15 bulan berikutnya,” urainya.
Selain itu, PMK ini juga memberikan penjelasan tentang aturan-aturan baru terkait pemanfaatan teknologi dalam pelaporan pajak. Wajib pajak harus mengikuti perkembangan ini agar dapat memanfaatkan sistem Coretax dengan sebaik-baiknya, serta menghindari potensi denda atau masalah perpajakan lainnya.
Sementara Imam Dharmawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dalam tulisannya di laman pajak.go.id, menuturkan manfaat yang diperoleh dari implementasi Coretax tidak hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan.
“Dari segi administrasi, Coretax memungkinkan proses perpajakan yang lebih efisien dan akurat, yang pada gilirannya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara,” tulis Imam.
Namun, lanjutnya, manfaat Coretax tidak hanya terbatas pada efisiensi administrasi. Dengan menyediakan layanan yang lebih baik dan meningkatkan pengalaman wajib pajak, Coretax juga berpotensi untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap perpajakan secara keseluruhan.
Imam mengakui, meskipun memiliki potensi besar untuk membawa perubahan yang positif, implementasi Coretax tidak lepas dari tantangan dan kendala. Salah satu tantangan terbesar adalah belum terbiasanya sebagian pengguna teknologi terhadap transformasi digital, terutama dari kalangan yang belum familiar dengan penggunaan teknologi.
Selain itu, ungkapnya, keterbatasan akses internet di daerah terpencil juga menjadi hambatan dalam menyebarkan manfaat Coretax secara merata.
“Namun, dengan upaya yang terus-menerus dan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, DJP yakin bahwa setiap tantangan dapat diatasi,” Imam berpandangan. (FA)