
Dari sisi implementasi, kata dia, Indonesia sebenarnya tergolong negara di depan, dan tergolong negara maju dari sisi dukungan regulasi. Sementara dari sisi komersialisasi—sudah adanya tiga perusahaan yang mengajukan aplikasi untuk perizinan–ESDM juga melakukan kerja sama dengan pihak Singapura untuk proyek pemanfaatan CCS.
Secara garis besar, Dadan menyampaikan poin-poin kerja sama dengan Singapura, di mana proses capturing dilakuakan di Singapura kemudian ditransportasikan serta disimpan di storage wilayah Indonesia.
“Pemerintah Indonesia sedang memastikan pihak Singapura, baik dari sisi risiko, keekonomian, hingga sisi regulasi agar sesuai untuk mendukung proyek CCS ini. Jika kerja sama ini terealisasi, tentunya merupakan salah satu peluang ekonomi bagi baru, di samping bisa menurunkan emisi CO2,” pungkasnya.
Namun, dia juga sudah memperkirakan kerja sama ini akan memunculan pro kontra, lantaran Indonesia dinilai mengimpor CO2 dari Singapura.
“Jadi, konteksnya bukan mengimpor CO2. Indonesia bekerja sama dengan negara lain dengan memanfaatkan potensi yang ada di dalam negeri. Karena, jika tidak dimanfaatkan akan percuma,” tukasnya.
Menurutnya, dari pengalaman kerja sama dengan Singapura ini, nantinya akan dipakai untuk pengaplikasian proyek CCS di dalam negeri. Toh, menurut Dadan, sebenarnya Indonesia tidak mesti bekerja sama dengan negara lain, jika semua persyaratan dan dukungan di dalam negeri sudah siap, tentunya bisa dieksekusi oleh anak bangsa. (Syarif)