160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Produksi Minyak Turun, Bahlil Pangkas Izin Eksplorasi, Kurtubi Kritik UU Migas

750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah terus mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, untuk meningkatkan lifting. Tak hanya itu, pemerintah akan memangkas berbagai regulasi yang menghambat proses akselerasi daripada eksplorasi minyak.

Indonesia pernah menjadi negara pengekspor minyak. Seiring waktu, bahkan hingga saat ini, Indonesia malah menjadi negara pengimpor minyak. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengutarakan, setelah ada penambahan produksi minyak di Banyu Urip pada 2008 mencapai 800-900 ribu barel per hari, produksi minyak di dalam negeri terus menurun. Produksinya hingga saat ini hanya 600 ribu barel per hari (bph).

“Padahal, konsumsi kita mencapai 1,6 juta barel per hari. Sehingga kita terpaksa mengimpor 900 ribu hingga 1 juta barel per hari,” kata Bahlil di acara Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) National Conference & Awarding Night di Jakarta.

Ia menekankan,  jika Indonesia ta tidak mampu mengatasi lifting, jangan pernah bermimpi akan mencapai kedaulatan energi. Untuk itu, ia menerangkan, pemerintah terus mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, termasuk 16.990 sumur idle, di mana sekitar 5.000 sumur dapat diaktifkan kembali guna menambah produksi.

“Masalah ini harus diselesaikan, pertama dengan mengoptimalkan sumur-sumur yang ada maupun yang idle untuk bisa meningkatkan lifting. Jika tidak ada gerakan atau apa-apa, itu turun kita sekitar 7-15 persen per tahun,” tegas Bahlil.

750 x 100 PASANG IKLAN

Bahli menyebut, total sumur migas saat ini ada sekitar 44.900 sumur. Sementara yang aktif hanya 16.990 sumur idle. Setelah di-breakdown lagi, kurang lebih ada 5.000 yang dapat direaktivasi untuk mendorong penambahan produksi minyak Indonesia.

Selain itu, teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga akan digunakan oleh PT Pertamina dan Exxon Mobil Oil Cepu, produsen terbesar di Indonesia, untuk meningkatkan produksi. Terakhir, wilayah Indonesia Timur menjadi target pemerintah dalam menemukan menambah cadangan migas baru.

Selain itu, Bahlil menegaskan, “Kita akan memangkas berbagai regulasi yang menghambat proses akselerasi daripada eksplorasi dari 320 izin sekarang tinggal 140 izin. Dan kita akan pangkas lagi, kita perpendek dengan waktu yang tepat supaya investor bisa masuk.”

Kurtubi Kritik UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas

Sementara pengamat energi, Kurtubi berpandangan, terus menurunnya produksi minyak di dalam negeri, mengkritik diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Menurutnya, kemunculan undang-undang ini mengakibatkan produksi minyak turun selama 20 tahun.

750 x 100 PASANG IKLAN

“Undang-undang ini mencabut Undang-Undang Migas yang sudah sesuai dengan konstitusi. Setelah undang-undang ini diberlakukan, tak lama kemudian berdampak investasi eksplorasi Migas turun, produksi turun dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, terus merosot produksi migas hingga 20 tahun,” ungkap Kurtubi kepada corebusiness.co.id.

Ia menilai pengelolaan migas sejak diberlakukan UU No.22 Tahun 2001 sangat merugikan negara, karena berdampak penurunan investasi untuk kegiatan eksplorasi migas.

“Undang-undang ini ada campur tangan IMF, namun konseptor undang-undang ini dari pejabat Pemerintah Indonesia,” tukasnya.

Kurtubi menyampaikan, sampai sekarang produksi migas di dalam negeri di bawah 600 ribu bph. Sebelum undang-undang ini diberlakukan, produksi migas sekitar 1,7 juta bph. Ketika itu Indonesia menjadi salah satu negara eksportir LNG terbesar di dunia, persisnya ketika sektor migas diatur berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

“Imbasnya, negara harus impor BBM dan LPG dalam jumlah besar, sebagai akibat UU Migas ini,” ujarnya.

750 x 100 PASANG IKLAN

Kurtubi menguraikan, sebelum muncul UU No.22 Tahun 2001, kuasa pertambangan diserahkan ke perusahaan negara, yakni Pertamina. Ketika itu produksi migas tinggi, Indonesia menjadi salah satu eksportir terbesar di dunia.

“Ketika itu, APBN sebesar 80 persen disumbangkan dari migas, pertumbuhan ekonomi tumbuh 7 persen tahun 1975, lalu naik menjadi 8,9 persen di tahun 1980. Ketika itu pertumbuhan ekonomi tinggi saat produksi migas tinggi. Sekarang, produksi minyak terus menerus turun,” tuturnya. (Rif)

 

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !