160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Menyibak Sumber Migas untuk Kebutuhan Aktivitas Sehari-hari

Ilustrasi foto: ekplorasi offshore migas. Foto: dok ESDM
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Bahan bakar minyak dan gas bumi (migas) menjadi kebutuhan rutin yang tidak bisa dihindari.

Meskipun Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kaya akan sumber daya alam, termasuk migas, namun Indonesia tercatat menjadi salah satu negara yang melakukan impor migas.

Namun, pernahkah kita berpikir dan bertanya-tanya, dari manakah asal BBM dan gas yang sering kita pakai untuk menggerakkan sehari-hari?

Informasi dari Pusat Survei Geologi (PSG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)–yang disarikan dari tulisan para pakar dalam dan luar negeri–menjelaskan minyak dan gas bumi terbentuk jauh di dalam tanah selama jutaan tahun yang lalu. Lantas, bagaimana bisa migas tersebut “terjebak” di bawah permukaan bumi dan tidak keluar begitu saja?

750 x 100 PASANG IKLAN

“Banyak orang mengira minyak dan gas hanya berasal dari pohon purba atau dinosaurus yang terkubur. Padahal,  migas dapat terbentuk dari mikroorganisme laut yang disebut plankton, seperti alga dan hewan kecil yang hidup mengapung di lautan atau danau jutaan tahun yang lalu,” tulis PSG, dikutip Jumat (3/10/2025).

PSG menguraikan, ketika plankton mati, jasadnya tenggelam ke dasar laut. Jika kondisi perairan miskin oksigen, sisa-sisa plankton tersebut tidak cepat hancur, melainkan bercampur dengan lumpur halus (clay). Seiring waktu, timbunan ini tertutup oleh sedimen baru hingga akhirnya berubah menjadi batuan serpih organik atau batuan sumber, seperti yang diilustrasikan pada gambar 1.

Di dalam bumi, timbunan tersebut terus terkubur lebih dalam sehingga mengalami tekanan dan panas yang semakin besar. Pada kondisi tertentu, bahan organik di dalam batuan sumber perlahan berubah menjadi kerogen—zat padat yang kaya energi. Jika suhunya mencapai sekitar 90–160 °C, kerogen mulai terurai menjadi minyak dan gas. Proses ini hanya terjadi dalam rentang suhu tertentu yang disebut “jendela minyak.”

Setelah terbentuk, lanjut PSG, minyak dan gas cenderung bergerak naik karena massa jenisnya lebih ringan dibandingkan air di dalam pori-pori batuan. Mereka merembes melalui celah-celah kecil, mirip seperti air yang meresap dalam spons. Namun, pergerakan ini bisa terhenti jika ada batuan penutup (seal) yang kedap.

750 x 100 PASANG IKLAN

Di bawah lapisan kedap inilah minyak dan gas akhirnya terjebak di dalam batuan reservoir yang berpori. Akumulasi migas yang terjebak inilah yang kemudian dibor dan manfaatkan sebagai sumber energi penting dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, struktur alam yang menahan minyak dan gas ini disebut perangkap migas, seperti diilustrasikan pada gambar 2.

PSG menyebutkan, ada beberapa jenis perangkap, antara lain:

Perangkap Stratigrafi. Perangkap ini terbentuk karena perubahan fasies batuan atau ketidakselarasan (unconformity). Migas terjebak karena adanya lensa batuan reservoir yang dibatasi oleh batuan penutup (cap rock) yang impermeabel. Contoh: lapisan pasir yang tertutup oleh serpih.

750 x 100 PASANG IKLAN

Perangkap Struktural. Perangkap ini disebabkan oleh deformasi geologi seperti lipatan (anticlinal trap) atau patahan (fault trap). Minyak dan gas bermigrasi ke bagian puncak struktur dan terperangkap di bawah batuan penutup.

Perangkap Kombinasi.  Merupakan gabungan dari perangkap stratigrafi dan struktural. Contohnya, akumulasi hidrokarbon yang terperangkap di sisi struktur lipatan tetapi juga diperkuat oleh perubahan fasies batuan.

Perangkap Hidrodinamik. Perangkap ini terjadi akibat pergerakan air tanah (groundwater) yang cukup kuat sehingga terjadi kontak antara minyak, gas, dan air. Akibatnya, minyak dan gas tidak hanya terperangkap karena struktur atau stratigrafi, tetapi juga oleh aliran fluida bawah permukaan.

Tanpa perangkap-perangkap ini, kata PSG, migas akan terus naik ke permukaan dan menguap, sehingga tidak bisa dikumpulkan dan dimanfaatkan.

“Setelah memahami bagaimana minyak dan gas bisa terjebak, langkah selanjutnya adalah bagaimana manusia menemukannya,” kata PSG.

Diutarakan, para ahli geologi melakukan eksplorasi menggunakan teknologi canggih seperti gelombang seismik dan pengeboran sumur yang kemudian diuji di laboratorium. Jika hasilnya positif, barulah dilakukan pengeboran produksi untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan.

“Salah satu tugas dan fungsi Pusat Survei Geologi (PSG), Badan Geologi, ESDM, adalah berperan aktif dalam memperbarui status peta cekungan sedimen Indonesia, meningkatkan daya tarik investasi, serta menata dan memperkuat basis data geologi migas nasional,” jelasnya.

Selain itu, PSG juga menjadi rujukan nasional dalam penyediaan data dan informasi geologi, sehingga kebijakan energi berbasis migas dapat dibuat dengan landasan ilmiah yang kuat.

Menurutnya, upaya ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita yang menargetkan swasembada energi. Kemandirian energi merupakan salah satu pilar kekuatan dan kemajuan bangsa, sehingga peran PSG sangat strategis dalam mewujudkan Ketahanan Energi Nasional Indonesia.

Jadi, masih menurut PSG, minyak dan gas bumi yang dipakai setiap hari sebenarnya adalah energi dari masa lalu, yang tersimpan rapi di dalam bumi berkat proses alami yang sangat panjang.

“Mengetahui bagaimana mereka terjebak di alam membantu kita memahami pentingnya ilmu geologi, eksplorasi, dan pemanfaatan energi secara bijak,” saran PSG. (Red)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
ANINDYA

Tutup Yuk, Subscribe !