160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Menggali Harta Karun “Sweet Gas” di Balik  Lapisan Batubara 

750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia, menempati posisi kelima setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Australia. Namun, tidak hanya batubara yang dimanfaatkan untuk energi. Di balik lapisan batubara terdapat Coal Bed Methane (CBM).

CBM adalah gas metana yang tersimpan di dalam lapisan batubara dan berpotensi menjadi sumber energi alternatif.

Istilah CBM ini merujuk kepada gas metana yang teradsorbsi (terserap) ke dalam matriks padat batubara. Gas ini digolongkan “sweet gas” lantaran tidak mengandung hidrogen sulfida (H2S).

Keberadaan gas ini diketahui dari pertambangan batubara di bawah permukaan bumi. Metananya berada dalam keadaan yang hampir cair di sekeliling dalam pori-pori batubara. Rekahan-rekahan terbuka di dalam batubaranya (yang disebut cleats) dapat pula mengandung gas atau terisi/tersaturasi oleh air.

750 x 100 PASANG IKLAN

Tidak seperti gas alam di reservoar konvensional, CBM sangat sedikit mengandung hidrokarbon berat seperti propana atau butana dan tidak memiliki kondensat gas alam. Ia juga mengandung beberapa persen karbondioksida.

CBM telah menjadi suatu sumber energi yang penting di Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara lain. CBM bukan sekadar potensi, melainkan bagian penting dari strategi transisi energi nasional berbasis gas, yang semakin relevan di tengah dorongan global menuju energi bersih.

Merujuk pada data Kementerian ESDM (2022), potensi CBM Indonesia diperkirakan mencapai 450–453 trillion cubic feet (TCF), tersebar di beberapa cekungan utama, antara lain Sumatera Selatan, Barito, Kutai, dan Sumatera Tengah.

Jumlah ini bahkan berpotensi melebihi cadangan gas alam konvensional Indonesia yang telah teridentifikasi. Kandungan metana di batubara bervariasi antara 1,2–6,6 standard cubic feet (SCF) per ton, dengan prospek utama di Formasi Muara Enim (Sumatera Selatan) dan Formasi Tanjung (Kalimantan Timur). Potensi besar ini menunjukkan bahwa CBM tidak hanya bisa menambah pasokan gas domestik, tetapi juga menjadi salah satu pilar energi transisi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang berkarbon tinggi.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menukil tulisan Dr. Asep Kurnia Permana, S.T., M.Sc., dari Masyarakat Geopark Indonesia (MAGI), eksplorasi CBM di Indonesia dimulai sejak awal 2000-an, dengan Badan Geologi sebagai salah pelopor utama. Badan Geologi melakukan penyelidikan awal terkait potensi CBM di berbagai cekungan, melakukan survei geologi, pemetaan formasi batubara, karakterisasi dan pengukuran kandungan metana dalam batubara.

“Kajian awal ini menjadi landasan ilmiah bagi perusahaan swasta maupun BUMN untuk mulai melakukan eksplorasi lebih lanjut dan uji coba produksi,” tulis Asep.

Beberapa proyek uji coba bahkan berhasil menghasilkan aliran gas, tetapi produksi komersial menghadapi kendala, antara lain:

  • Dewatering, yaitu proses pengurasan air dari lapisan batubara sebelum gas dapat diproduksi, yang memerlukan waktu dan biaya besar.
  • Investasi awal yang tinggi, terutama untuk pengeboran dan pengolahan gas.
  • Keterbatasan pasar dan infrastruktur, khususnya untuk distribusi dan ketersediaan jaringan pipa gas.

Meski demikian, disampaikan Asep, peran Badan Geologi sebagai pionir memberi fondasi ilmiah yang kuat, menjadikan CBM lebih dari sekadar potensi, dan membuka jalan bagi regulasi, investasi, dan pengembangan proyek selanjutnya.

750 x 100 PASANG IKLAN

Pages: 1 2
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
PASANG IKLAN

Tutup Yuk, Subscribe !