
Haendra menyoroti pengadaan kapasitas PLTN di Indonesia. Dia mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) sekaligus Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyebutkan bahwa kapasitas PLTN di Indonesia sebesar 10 Gigawatt (GW) hingga tahun 2060. Pernyataan sama disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, kapasitas PLTN sebesar 10 GW.
Namun, kata Haendra, berdasarkan yang tercantum dalam revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) disebutkan bahwa kapasitas PLTN antara 35 GW hingga 42 GW pada tahun 2060. PLTN pertama ditargetkan beroperasi 2032 dengan kapasitas 250 megawatt (MW), kemudian meningkat menjadi 3 GW pada 2035, dan 9 GW pada 2040.
“Jika kapasitas PLTN sebesar 35 GW yang ditargetkan mulai beroperasi tahun 2032, berarti Indonesia setiap tahun harus membangun PLTN baru. Pertanyaannya, apakah target beroperasinya PLTN pertama di tahun 2032 tercapai?” tanya Haendra.
Mengejar Target 2032
Haendra menyampaikan, berdasarkan pengalaman beberapa negara yang telah membangun PLTN, sepertinya Indonesia mengalami beberapa kendala bisa mengoperasikan PLTN pertama di tahun 2032. Salah satu faktor kendala tersebut, terkait penentuan skema bisnis dengan vendor atau perusahaan nuklir. Apakah semua konsepnya full dari perusahaan nuklir, menggunakan skema bisnis Build Operate Tranfer (BOT), atau sebagian menggunakan komponen dalam negeri.
Kedua, terkait ukuran reaktor nuklir, apakah tipe kapasitas besar (large scale) atau kecil (Small Modular Reactor/SMR).