“Momen ini mestinya direspon postif oleh Presiden terpilih RI periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Saya juga melihat banyak tanda-tanda Pak Prabowo simpatik terhadap energi nuklir, antara lain dia sudah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kepresidenan Kremlin, Moskow, Rusia, pada 31 Juli 2024. Salah satu yang dibacarakan adalah tentang energi nuklir,” paparnya.
Kurtubi mengaku dirinya dalam posisi mendukung harga listrik yang terjangkau dan bersih. Termasuk energi intermittent, seperti PLTA, PLTS, dan PLTB. Hanya dia mengusulkan pembangkit listrik dari energi intermittent bisa lebih murah.
“Energi intermittent harus terus mencari inovasi, utamanya bagaimana bisa membuat harga jual listriknya ke PLN bisa lebih murah dengan teknologi storage untuk menyimpan strum listrik. Salah satu faktornya, harga baterai untuk menghidupkan storage sangat mahal,” ungkapnya.
Industri Nuklir Terintegrasi Hulu Hilir
Pihak ThorCon Power Indonesia menyebut sudah menyiapkan anggaran Rp 17 triliun untuk membangun PLTN berbasis thorium di Bangka Belitung. Kurtubi berpandangan, kelak investor lain, baik PMA maupun PMDN dipersilakan membangun PLTN di wilayah lain di Indonesia, asalkan non-APBN.
Kurtubi meyakini keberanian ThorCon menjual listrik di bawah US$ 0.7 per kWh ke PLN, pasti sudah memperhitungkan mendapatkan keuntungan. Hanya ThorCon memungut untung tidak besar.
Listrik yang dihasilkan dari PLTN ThorCon dialirkan langsung ke kabel-kabel listrik milik PLN. Jadi, tidak membutuhkan storage seperti digunakan energi intermitternt.
“Indonesia mempunyai potensi cadangan thorium dan uranium yang bisa dijadikan tenaga nuklir cukup untuk ribuan tahun. Jadi, PLTN dibangun di Indonesia sampai ribuan tahun bahan bakar nuklirnya tersedia,” pungkas Staf Ahli Dewan Komisaris Pertamina tahun 1977–2006.