
Jakarta,corebusiness.co.id-Beberapa perusahaan surya terbesar di Tiongkok memangkas hampir sepertiga tenaga kerja mereka tahun lalu. Produksi melebihi kapasitas, sementara permintaan lesu, perang harga tak terhindarkan, berujung kerugian.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini menggambarkan dampak perang harga yang sengit di berbagai industri Tiongkok, termasuk surya dan kendaraan listrik, karena mereka bergulat dengan kelebihan kapasitas dan permintaan yang lesu. Dunia memproduksi panel surya dua kali lebih banyak setiap tahun daripada yang dibutuhkan, dan sebagian besar diproduksi di Tiongkok.
Menurut tinjauan Reuters terhadap angka ketenagakerjaan dalam pengajuan publik, perusahaan-perusahaan surya terbesar di Tiongkok seperti Longi Green Energ, Trina Solar, Jinko Solar, JA Solar, dan Tongwei, secara kolektif mengurangi sekitar 87.000 staf, atau 31 persen dari rata-rata tenaga kerja mereka tahun lalu.
Para analis mengatakan bahwa hilangnya pekerjaan yang sebelumnya tidak dilaporkan kemungkinan merupakan campuran dari PHK dan pengurangan karyawan akibat pemotongan gaji dan jam kerja, karena perusahaan berusaha untuk membendung kerugian.
PHK merupakan hal yang sensitif secara politis di Tiongkok, di mana Beijing memandang ketenagakerjaan sebagai kunci stabilitas sosial. Selain pemotongan sebesar 5 persen yang diakui oleh Longi tahun lalu, tidak ada perusahaan yang disebutkan di atas yang mengumumkan PHK atau menanggapi pertanyaan dari Reuters.
“Industri ini telah menghadapi penurunan sejak akhir 2023. Pada 2024, kondisinya justru memburuk. Tahun ini, tampaknya kondisinya semakin memburuk,” kata Cheng Wang, seorang analis di Morningstar.
Menurut presentasi oleh asosiasi industri fotovoltaik pada Juli 2025, diungkapkan bahwa sejak 2024 lebih dari 40 perusahaan surya telah dihapus dari daftar, bangkrut, atau diakuisisi. Produsen surya Tiongkok membangun pabrik-pabrik baru secara besar-besaran antara tahun 2020 dan 2023 karena negara mengalihkan sumber daya dari sektor properti yang sedang terpuruk ke apa yang dulu disebutnya sebagai industri pertumbuhan “tiga baru”: panel surya, mobil listrik, dan baterai.
Pembangunan besar-besaran tersebut menyebabkan penurunan harga dan perang harga yang brutal, diperparah oleh tarif AS yang dikenakan terhadap ekspor dari banyak pabrik milik Tiongkok di Asia Tenggara. Industri ini merugi $60 miliar tahun lalu.
Meskipun para analis mengatakan belum jelas apakah PHK berlanjut tahun ini, Beijing semakin mengisyaratkan niatnya untuk melakukan intervensi guna memangkas kapasitas, yang menyebabkan harga polisilikon melonjak hampir 70 persen pada bulan Juli, sementara harga panel surya hanya naik sedikit.
Untuk diketahui, polisilikon, atau silikon polikristalin, adalah bentuk silikon dengan kemurnian tinggi yang terbuat dari banyak kristal silikon kecil yang tersusun secara periodik, merupakan material penting dalam industri manufaktur fotovoltaik surya (PV) dan elektronik semikonduktor, termasuk perangkat seperti wafer, sel surya, dan sirkuit terpadu.
Produsen polisilikon utama, GCL, mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis bahwa produsen-produsen utama berencana membentuk entitas serupa OPEC untuk mengendalikan harga dan pasokan. Grup ini juga sedang menyiapkan instrumen senilai 50 miliar yuan untuk membeli dan menutup sekitar sepertiga kapasitas produksi berkualitas rendah di industri ini.
Presiden Xi Jinping pada awal Juli menyerukan diakhirinya “persaingan harga yang tidak teratur,” dan tiga hari kemudian, Kementerian Perindustrian berjanji untuk meredakan perang harga dan menghentikan kapasitas produksi yang sudah usang dalam sebuah pertemuan dengan para eksekutif industri surya.
Meskipun Beijing belum mengatakan kapan atau bagaimana mereka akan bertindak, sebuah sumber yang mengetahui langsung masalah ini mengatakan bahwa mereka bertekad untuk fokus pada masalah ini sebelum berakhirnya rencana lima tahun yang berlaku tahun ini.
Para pejabat di Provinsi Anhui, Tiongkok timur, yang merupakan pusat manufaktur, pada Juni lalu menginstruksikan para eksekutif perusahaan surya untuk menghentikan penambahan manufaktur baru dan menutup jalur produksi yang beroperasi dengan kapasitas di bawah 30 persen. Hal ini diutarakan dua sumber industri yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.
Seorang anggota dewan di sebuah perusahaan surya di provinsi tersebut mengatakan bahwa kapasitas baru tersebut telah memerlukan persetujuan lisan dari perencana negara yang berpengaruh, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC), tahun ini. Mereka meminta agar nama perusahaan mereka dirahasiakan karena diskusi tersebut bersifat tertutup.
Kendati demikian, Ketua Trina Solar tetap optimis industri surya di Tiongkok akan bangkit. Dalam sebuah konferensi industri pada Juni, ia menyampaikan bahwa proyek-proyek baru telah dimulai tahun ini, meskipun NDRC telah menyerukan penghentian pada Februari. (Rif)