Jakarta,corebusiness.co.id– Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira membuka acara Aspebindo Energy Executive Forum bertema “Peluang dan Tantangan Menuju Ketahanan dan Kemandirian Energi Nasional”, di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Forum diskusi yang dimoderatori RAC Chairman Indonesia Petrolium Association (IPA), Ali Nasir, menghadirkan narasumber Executive Director Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo; Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani; Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR), Febby Tumiwa; Executive Director IPA, Marjolijn Wajong; dan Executive Director Petrominer Institute, Komaidi Notonegoro.
Anggawira berharap dari hasil diskusi di forum ini, di antaranya ada rekomendasi penyesuaian porsi untuk harga domestic market obligation (DMO) batiubara. Menurutnya, pertimbangan kenaikan harga tersebut karena kondisinya saat ini biaya produksi di sektor hulu batubara semakin tinggi.
“Mudah-mudahan ada penyesuaian DMO batubara, ya bisa naik antara $10 hingga $20 per ton, tentunya PLN bisa mendapatkan suplai batubara yang baik juga,” kata Anggawira saat menyampaikan sambutan.
Pernyataan Anggawira sekaligus merespons wacana menanggapi rencana pemerintah menaikkan porsi DMO batubara di atas 25 persen.
Saat ini, ketentuan pelaksanaan untuk kebutuhan DMO masih ditetapkan sebesar US$ 70 per ton untuk sektor kelistrikan dan US$ 90 per ton untuk sektor semen serta pupuk. Ketentuan harga ini berlaku sejak tahun 2018.
Kewajiban pemenuhan DMO batubara telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, pemerintah kembali menegaskan pentingnya prioritas pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri.
Angawira juga menyoroti perkembangan industri elektrifikasi, yaitu konversi perangkat, sistem, atau proses yang bergantung pada sumber energi nonlistrik, seperti bahan bakar fosil, menjadi bergantung pada sumber energi listrik. Faktanya, industri elektrifikasi saat ini sebagian besar masih ditopang oleh Independent Power Producer (IPP) batubara.
Karena itu, ia berharap ada kebijakan dari pemerintah dalam hal pemberian insentif kepada industri batubara.
“Jangan digenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) saja dari sektor industri batubara, tapi bagaimana juga pemerintah bisa melihat kondisi ini sebagai future business, karena pemerintah juga ingin menyukseskan hilirisasi batubara,” ucapnya.
Industri batubara, kata Anggawira, juga membutuhkan margin dari kegiatan usahanya. Jika tidak ada margin, bagaimana pelaku usaha bisa melakukan hilirisasi industri batubara.
“Pesan itu yang mau kita sampaikan kepada pemerintah. Jika ada margin, margin itu bisa didorong untuk melakukan sinergitas, kolaborasi, dan inovasi untuk mendukung hilirisasi industri batubara bisa tercapai dengan baik,” urainya.
Aspebindo, dinyatakan Anggawira, mendukung Asta Cita kedua pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan kemandirian energi. Salah satunya mendorong peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas).
Ia mengutarakan bahwa pemerintah masih menghadapi pelbagai tantangan di sektor di sektor hulu migas. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025, target lifting minyak dipatok sebesar 605 ribu barel per hari. Hingga Oktober 2025, tercatat jumlah lifting minyak sudah mencapai 605,8 ribu barel per hari. Angka itu sedikit di atas target yang tercantum pada APBN.
Menurut Anggawira, capaian produksi minyak itu tak lepas dari terobosan dan strategi yang sedang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Termasuk di antaranya mengoptimalkan sumur-sumur rakyat.

“Meskipun jumlahnya tidak terlalu masif, tapi angkah ini bisa menjadi salah satu strategi untuk menambal kebutuhan minyak di dalam negeri. Selain itu dilakukan percepatan dari proses perizinan serta menggenjot eksplorasi migas. Mudah-mudahan langkah-langkah ini bisa mencapai Quality Performance Indicators (QPI) Indonesia,” tuturnya.
Hal penting lain yang disoroti Anggawira adalah transisi energi yang masih membutuhkan dukungan pembiayaan. Menurutnya, seiring hadirnya Danantara diharapkan bisnis-bisnis atau proyek-proyek yang selama ini belum sinkron secara hitung-hitungan, bisa dibantu oleh Danantara.
“Contohnya baru-baru ini dirilis Danantara akan memulai proses lelang atau tender proyek Waste to Energy (WtE) di tujuh kota. Mudah-mudahan proyek WtE bisa terealisasi, sehingga potensi-potensi yang kita miliki bisa dioptimalkan dengan baik,” harapnya.
Di akhir sambutan, Anggawira mewacanakan Aspebindo bisa menyelenggarakan Leadership Forum. Kegiatan bulanan ini menyajikan ulasan lebih spesifik tentang satu isu aktual di tanah air, khususnya berkaitan dengan sektor energi. Isu atau wacana itu dibahas dalam forum itu oleh narasumber berkompeten, dan diharapkan bisa memberikan masukan pemikiran bagi pemerintah. (Rif)