
Jakarta,corebusinesss.co.id-Pengamat Energi dan Tambang, Dr. Kurtubi mengatakan, serangan bom pemecah bunker (Bunker Buster) pesawat Amerika Serikat terhadap tiga lokasi fasilitas nuklir Iran, yakni Fordow, Isfaham, dan Natanz, berdampak naiknya harga minyak dunia.
“Serangan Amerika ke Iran berdampak pada naiknya harga minyak dunia. Pada Minggu siang, harga minyak mentah Brent naik 5,3 persen menjadi 80,37 dolar AS per barel. Brent adalah salah satu jenis minyak mentah yang menjadi patokan harga global dalam perdagangan minyak mentah, khususnya untuk pasar di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah,” kata Kurtubi kepada corebusiness.co.id, Senin (23/6/2025).
Kurtubi memprediksi harga minyak mentah Brent bisa terus melonjak naik, per Senin ini harganya bisa menembus antara 100 dolar AS hingga mencapai 130 dolar AS per barel.
Ia mengutarakan kenaikan harga minyak mentah dunia bagi Indonesia– yang angka produksi minyaknya masih rendah–akan memengaruhi harga BBM di dalam negeri.
“Jika pemerintah menaikkan harga BBM, tentu semakin membebani masyarakat yang daya belinya saat ini semakin menurun. Dampaknya, anggaran subsidi BBM untuk jenis tertentu akan naik,” ujar mantan Pengajar Ekonomi Energi FEUI dan Universitas Paramadina tersebut.
Melihat konflik berkepanjangan perang antara Israel dan Iran serta Rusia dan Ukraina, sementara produksi minyak di dalam negeri masih rendah, Kurtubi berpandangan, Pemerintah Indonesia perlu mengambil kebijakan-kebijakan solutif. Misalnya, terus mendorong produksi kendaraan listrik hingga menambah jumlah angkutan umum.
Khusus pengelolaan mineral dan batubara (minerba), ia menekankan harus mengacu kepada Pasal 33 UUD 1945 dengan menggunakan Sistim Kontrak Bagi Hasil, di mana negara memperoleh 65 persen dan investor menerima keuntungan 35 persen setelah cost recovery.
“Seperti ketika sektor minyak dan gas (migas) menggunakan acuan Pasal 33 UUD45 di bawah Undang-Undang Migas No.44/Prp/1960 dan Undang-Undang Pertamina No.8 Tahun 1971,” katanya.
Selain itu, Kurtubi juga berpandangan bahwa Pemerintah Indonesia segera manfaatkan cadangan bahan bakar nuklir (uranium dan thorium), yang tersedia banyak di dalam negeri diikuti dengan membangun PLTN secara berkesinambungan.
“Presiden harus segera mengambil langkah strategis mengumumkan atau memproklamirkan kebijakan melahirkan industri nuklir terintegrasi hulu hilir, serta mendorong dan mempermudah investasi PLTN,” imbuh Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014-2019.
Listrik yang diproduksi dari PLTN, masih menurut Kurtubi, bisa digunakan untuk mendorong program hilirisasi pertambangan, sehingga kegiatan hilirisasi menghasilkan penerimaan negara yang optimal. Hal ini, selain sejalan dengan Undang-Undang NO.16 Tahun 2016 dan Paris Agreement on Climate Change.
“Dari hulu sampai hilir, program hilirisasi bisa beroperasi nonstop 24 jam dengan adanya PLTN. Ini cara yang konstitusional dan rasional untuk mempercepat Indonesia menjadi negara industri maju. (Syarif)