Mengingat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak, Masyhuri menekankan, diperlukan pengembangan sistem agribisnis yang terpadu. Selain itu, sistem pendidikan dan pelatihan keterampilan dapat diubah untuk menyiapkan tenaga kerja yang relevan dengan tuntutan industri masa depan.
Pendidikan vokasi, profesi, dan training bersertifikasi perlu dilakukan juga di bidang pertanian tanpa mengabaikan pendidikan konvensional. “Pemanfaatan IoT (internet of thing) di kurikulum sekolah pertanian bisa dimasukkan agar semakin banyak kaum muda yang mau terlibat di sektor ini,” ujarnya.
Masyhuri juga menekankan pada pentingnya peningkatan harga produk pertanian bagi komoditas yang memiliki nilai ekspor, karena kenaikan tersebut berimbas pada meningkatnya pendapatan petani. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan mengembangkan komoditas unggulan, karena tiap daerah atau desa pasti memiliki karakteristik dan komoditas yang berbeda.
Komoditas ini yang kemudian ditambahkan nilainya (added value) yang selanjutnya dikembangkan dan dijamin keberlanjutannya melalui Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM).
“Jadi ada sinergitas antara pertanian dan industri, kita dorong UMKM ini dengan stimulus Keynesian, caranya bisa dengan pembebasan pendaftaran dan pajak, serta bantuan kemudahan pembiayaan atau kredit dengan bunga murah, dan insentif-insentif lainnya,” jelasnya. (Rif/bbs)