Jakarta,corebusiness.co.id-Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Apkasindo) mengusulkan petani rakyat yang menanam sawit di kawasan hutan bisa dikenakan PPN 15 persen. Salah satu solusi untuk menjaga keberlanjutan budidaya sawit, pendapatan bagi negara, dan ekonomi petani rakyat.
Jajaran Pengurus DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendatangi kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), pada Selasa (25/11/2025). Kehadiran mereka untuk mengikuti rapat dengan Menteri PPN/Bappenas, Rachmat Pambudy.
Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung menyampaikan sedikit bocoran materi rapat, intinya membahas program strategis pembangunan komoditas sawit dari hulu hingga hilir.
Sebagai wadah asosiasi yang mewadahi pelaku hulu, Gulat Manurung menyampaikan peluang serta pelbagai kendala yang masih dihadapi petani sawit di Indonesia.
“Saya sampaikan ke Bapak Menteri Rachmat Pambudy agar pemerintah memperhatikan sektor hulu, karena kondisinya saat ini amburadul. Bersyukur, masukan dari kami dimasukkan dalam Program Strategis Nasional (PSN) oleh Menteri PPN/Bappenas,” tuturnya kepada corebusiness.co.id, Kamis (27/11/2025)
Menurut Gulat Manurung, pemerintah harus melihat kondisi industri sawit–mulai dari hulu hingga hilir–sebagai lokomotif ekonomi Indonesia. Karena itu, harus dimasukkan dalam PSN.
“Usulan kami di dalam PSN, pemerintah harus membuat kebijakan yang mempermudah usaha di sektor industri sawit, sehingga negara mendapatkan manfaat lebih dari yang telah didapat sebelumnya,” ucapnya.
Ia menyebutkan, produktivitas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dihasilkan petani saat ini rata-rata 1,7 ton per hektare per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan produksi yang dihasilkan sebelumnya melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), produktivitasnya mencapai 8 ton CPO per hektare per tahun.
Pemerintah, ditekankan Gulat Manrung, harusnya mengkaji terjadinya stagnasi pertumbungan perkebunan sawit rakyat. Disebutkan, sampai dengan Oktober 2025, dari total 2,7 juta hektare target 5 tahun tahap I, baru direalisakan peremajaan sekitar 383 ribu hektare. Untuk tahun 2025, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan peremajaan 120 ribu hektare, realisasinya baru sekitar 21 persen. Sementara sekarang sudah mendekati akhir tahun 2025.
“Jika pemerintah sudah mengetahui masalah di hulu, harusnya dibuat regulasi yang mendukung kegiatan usaha petani sawit,” tukasnya.
Dikatakan, ekspor CPO Indonesia tahun 2024 sekitar 55 persen, sebesar 45 persen dipergunakan untuk kebutuhan domestik. Seiring keluarnya mandatori dari pemerintah pemenuhan industri pengolahan biodiesel B50, ia memperkirakan dibutuhkan sekitar 70 persen CPO untuk bahan baku B50.
Apkasindo mendukung program pemerintahan Presiden Indonesia untuk mengejar target swasembada energi di dalam negeri. Namun, kata dia, harus diperhatikan juga dari sisi hulu, yang menyuplai bahan baku B50.
Gulat Manurung lantas menyoroti penertiban perkebunan sawit di kawasan hutan yang dilakukan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), harus memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat.
“Harusnya, sebelum langkah itu ditempuh, pemerintah sudah menyiapkan solusinya. Memang ada uang negara untuk memulihkan kembali pohon sawit yang sudah ditumbangin itu?,” imbuhnya.
Satgas PKH mengklaim ada sekitar 3,4 juta tanaman sawit berada dalam kawasan hutan. Gurat Manurung menilai luasan lahan itu sangat potensial.
“Kenakan saja pajak untuk sawit dalam kawasan hutan. Katakan PPN secara umum 11 persen, naikkan saja 15 persen. Kalau dihitung dari selisih 4 persen itu mencapai kurang lebih Rp 500 triliun per tahun,” usulnya.
Menurutnya, pemberlakukan tarif PPN sebesar 15 persen bagi tanaman sawit di kawasan hutan bisa dilakukan untuk rentang waktu per 25 tahun.
“Intinya, kami, petani sawit, sangat mendukung program Presiden Prabowo untuk membenahi tata kelola sawit. Memang tidak ada lain, harus diperbaiki, tapi tidak dengan cara menghukum dan mematikan usaha tani kelapa sawit,” pungkasnya.