Rekomendasi tersebut harus sudah ditindaklanjuti oleh Tempo paling lambat 2 x 24 jam setelah diterimanya PPR. Hasil tindak lanjut oleh Tempo harus dilaporkan ke Dewan Pers paling lambat 3 x 24 jam.
“Kementan menilai Tempo belum seluruhnya melaksanakan putusan PPR Dewan Pers, sehingga melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers. Gugatan perdata, bukan pidana, karena tidak melihat itikad Tempo untuk memperbaiki kerusakan, Kementan akhirnya mengajukan gugatan perdata terhadap Tempo,” kata Indra.
Menurutnya, langkah ini menegaskan bahwa Kementan tidak bermaksud memidanakan jurnalis atau membungkam media, melainkan menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran etika yang telah dinyatakan dalam penilaian Dewan Pers.
Bagaimana Tempo menanggapi gugatan Mentan Amran, corebusiness.co.id mewawancarai Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Mustafa Layong sebagai kuasa hukum Tempo melalui sambungan handphone. Berikut petikannya:
Sebagai kuasa hukum Tempo, bagaimana Anda menyikapi gugatan perdata Mentan Andi Amran Sulaiman di PN Jakarta Selatan?
Kami melihat sebenarnya proses penyelesaian masalah itu sudah selesai seiring keluarnya PPR Dewan Pers. Karena, yang dipersoalkan Mentan Amran adalah Tempo dinilai tidak menjalankan isi PPR. Sementara faktanya Tempo sudah menjalankan semua isi PPR. Bahkan ada satu item yang tidak masuk dalam PPR, sudah dilaksanakan Tempo, yaitu berita ekslusif.
Jadi, di Tempo ada berita berbayar, di mana berita tentang beras tersebut hanya bisa diakses oleh user yang berlangganan. Karena pihak Kementan mengaku tidak bisa mengakses, tanpa direkomendasikan Tempo pun sebenarnya sudah membuka akses informasi atau membaca berita Tempo tersebut.
Kami bertanya-tanya, apa motif Kementan menggugat perdata Tempo. Karena proses atau apa yang diinginkan Kementan—melalui PPR—sudah dilakukan Tempo. Jadi, kerugian yang dimaksud oleh Mentan Amran apa?
Sebenarnya isi rekomendari PPR Dewan Pers ada tiga atau lima poin?
Ada lima poin. Pertama, Tempo harus mengganti judul berita. Judulnya sudah diganti dari semula “Poles-Poles Beras Busuk” menjadi “Main Serap Gabah Rusak”. Persoalannya adalah, apakah kemudian judul baru berita tersebut dianggap bermasalah? Terus yang tidak bermasalah yang mana? Apakah kita harus memaksakan bahwa judulnya harus menjadi yang disukai oleh Mentan Amran, kan nggak bisa. Misalnya, judulnya harus diganti menjadi “Strategi Kementan Menyerap Gabah Berhasil”, kan fakta yang diperoleh tim Tempo tidak seperti itu.
Sehingga tidak dibenarkan juga ketika judul harus dikontrol, harus dibuat sesuai dengan keinginan pejabat. Sementara fungsi dari media pers, salah satunya melakukan kontrol sosial atau menyampaikan kritik yang diduga menjadi kesalahan atau kekeliruan dalam tata kelola kebijakan dari pemerintah.
Kedua, Tempo diminta melakukan moderasi komentar dan poster. Jadi, ada poster atau motion grahific di mana ada komentar netizen diminta untuk dilakukan moderasi. Semua komentar negatiif netizen harus dihilangkan. Permintaan moderasi ini dari Dewan Pers, tapi kami selaku kuasa hukum Tempo melihat bahwa komentar-komentar itu akan menjadi sulit untuk dimoderasi.
Kami tidak tahu, komentar yang dinilai negatif dan salah. Karena tidak semua komentar negatif itu salah. Ketika ada netizien mengatakan, “Oh iya, kualitas beras menjadi buruk,” itu kan mereka yang merasakan kualitas beras tersebut. Ketika komentar tersebut dianggap negatif terhadap Kementan, bukan berarti komentar itu salah dan harus dimoderasi.
Jadi, sebenarnya di poin ini juga menjadi permasalahan. Tapi, Tempo tetap melaksanakan rekomendasi Dewan Pers, meskipun kami menganggap bahwa rekomendasi itu tidak terlalu tepat. Karena, menyapu rata komentar yang dianggap negatif sebagai komentar yang bermasalah. Karena, tidak semua komentar negatif bermasalah. Ketika komentar itu mengkritik kebijakan kementerian, mosok dianggap bermasalah.
Untuk melaksanakan rekomendasi itu, akhirnya Tempo memutuskan sekalian saja dilakukan moderasi dengan menghapus konten, termasuk komentar di akun resmi Tempo di platform X. Jadi, tidak bisa lagi diakses oleh pengguna.