
Oleh sebab itu, Tulus menekankan tindakan yang dilakukan manajemen Ayam Goreng Widuran dilanjutkan upaya pro justitia.
“Dinas Perdagangan setempat pun harusnya bertindak cepat, memberikan sanksi administratif pada resto tersebut,” tukasnya.
Ia mengutarakan, kasus seperti ini tak bisa dilihat secara mikro kasuistik saja, tetapi musti dilihat secara holistik. Apalagi baru-baru ini terbukti terdapat sembilan merek makanan ringan yang mengantongi sertifikat halal, toh ternyata tidak halal.
“Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemik, khususnya dari aspek pengawasan, baik pengawasan prapasar (premarket), maupun pengawasan paska pasar (post market),” imbuhnya.
Selain itu, masih menurut Tulus, harus dievaluasi secara mendalam, bahwa berbagai pelanggaran produk halal oleh pelaku usaha juga karena faktor regulasi. Tersebab dalam UU tentang Cipta Kerja, masalah sertifikasi halal boleh dilakukan secara self declaration, khususnya untuk pelaku usaha level UKM-UMKM.