
Jakarta,corebusiness.co.id-Tempe telah lama menjadi bagian hidup sebagian besar masyarakat Indonesia, baik sebagai camilan maupun lauk. Tempe, kadang masih dinilai sebagai makanan kelas bawah, namun faktanya kini sudah go internasional.
Berdasarkan catatan sejarah, kata ‘tempe’ ditemukan pada manuskrip Serat Centhini jilid 3 yang menggambarkan perjalanan Mas Cebolang dari Candi Prambanan menuju Pajang dan mampir di Dusun Tembayat, Kabupaten Klaten, dijamu makan siang oleh Pangeran Bayat, salah satu lauknya adalah Brambang Jae Santen Tempe.
Kata ‘tempe’ berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu Tumpi yang berarti makanan berwarna putih. Tempe pada awalnya dibuat dari kedelai hitam. Pada abad ke-16, tempe sudah dikembangkan di Jawa.
Seiring waktu, tempe mulai dikenal dunia pada masa Indonesia dijajah Belanda. Pada abad ke-18 hingga 19, orang Belanda kerap membawa tempe ke Eropa.
Tekonologi pengolahan tempe dikembangkan masyarakat Jawa secara turun-temurun. Cara pengolahan sangat bervariasi, namun pada prinsip dasarnya sama, yaitu menciptakan kondisi yang cocok untuk perkembangan kapang (jamur tempe).
Meskipun tempe sudah dikenal orang-orang Eropa, makanan khas Jawa ini dinilai perlu diperkenalkan ke belahan dunia lain yang lebih luas. Ibarat pepatah: tak kenal, maka tak sayang. Namun, produsen perlu menyesuaikan racikan olahan tempe sesuai taste masyarakat dari masing-masing negara.
Terobosan inilah yang telah dilakukan CV Kahla Global Persada, yang berupaya mengubah image dan mengangkat tempe menjadi makanan kelas dunia. Sebagai singkatan dari “BerKAH LAngit”, Kahla hadir didasari atas keinginan untuk membangun usaha yang memberdayakan masyarakat sekitar dan menjadi berkah bagi banyak orang.