Menurutnya, jika dalam waktu satu bulan ke depan hal ini tidak bisa dikendalikan, kondisinya bisa semakin memburuk, tersebab pertengahan Desember sudah memasuki fenomena Natal dan Tahun Baru (Nataru). Momen Nataru juga akan menjadi pemicu kenaikan bahan pangan. Jika tak ada strategi khusus, kenaikan permintaan bahan pangan akan mengeskalasi terhadap kenaikan harga dan inflasi.
“Jika fenomena ini makin tak terkendali, ini menjadi paradoks. Sebab apalah artinya seporsi MBG bagi anak-anaknya, tetapi kemudian orang tuanya terdampak dengan kenaikan harga sembako atau bahan pangan, yang nilainya lebih tinggi dibanding dengan seporsi MBG,” tukasnya.
Nilai Tambah Ekonomi Lokal
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengatakan, program MBG turut menggerakkan ekonomi lokal, karena telah menyerap tenaga kerja dan menggerakkan rantai suplai lokal.
“MBG telah menyerap tenaga kerja dan menggerakkan rantai suplai lokal, dari petani, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga SPPG,” kata Dadan seperti dikutip Antaranews.
Pasalnya, jelas Dadan, program MBG disebut telah menyerap hingga 600.000 tenaga kerja di seluruh Indonesia. Dia juga menyebut bahwa alokasi anggaran tambahan untuk 2026 akan disiapkan mencapai Rp 268 triliun sebagai bagian dari ekspansi program gizi nasional.
Namun, dalam laporannya kepada Presiden Prabowo, Dadan mengakui bahwa program MBG juga mengalami tantangan dari sisi logistik dan operasional. Dua antaranya adalah penyediaan dapur di daerah terpencil dan menjamin standar keamanan pangan. Hanya saja, dia menyebut bahwa pemerintah akan bekerja keras agar program tetap berjalan tanpa kompromi terhadap kualitas. (Rif)