160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

QRIS Menjadi Alat Transaksi Tunggal, Melanggar Regulasi & Hak Konsumen

750 x 100 PASANG IKLAN

Oleh : Tulus Abadi

BARU-BARU ini viral di media sosial, sebuah narasi video seorang perempuan/nenek, yang ditolak membayar dengan uang cash (tunai) oleh sebuah gerai roti (Roti O), tersebab gerai tersebut hanya melayani pembayaran via QRIS saja. Kemudian kasus tersebut diprotes oleh konsumen lain, seorang pemuda.

Saat ini fenomena pembayaran via QRIS memang semakin eskalatif, bahkan bukan hanya di merchant-merchant besar saja, tetapi sudah merambah ke kalangan merchant UKM-UMKM. Masyarakat pun sepertinya makin enjoy dengan sarana pembayaran QRIS tersebut. Namun menjadikan sarana tunggal untuk transaksi, dan menolak uang tunai sebagai sarana pembayaran, jelas tidak dibenarkan, baik dari sisi regulasi dan atau sosiologis.

Merujuk pada UU tentang Uang, maka uang adalah sarana absah untuk transaksi pembayaran di Indonesia. Dan dari sisi sosiologis tentu penggunaan uang sebagai sarana transaksi masih lebih dominan, daripada menggunakan QRIS dan atau transaksi nontunai lainnya.

750 x 100 PASANG IKLAN

Oleh sebab itu, menolak transaksi dengan uang tunai adalah tindakan yang tidak dibenarkan dari sisi regulasi, baik pada konteks UU tentang Uang dan atau UU tentang Perlindungan Konsumen. Sebagai konsumen, punya hak memilih untuk menggunakan berbagai sarana transaksi, baik tunai maupun nontunai. Apalagi jangkauan pengguna QRIS dan atau transaksi nontunai belum mendominasi dalam ranah transaksi di Indonesia.

Bagaimana tren penggunaan QRIS dan transaksi nontunai di Indonesia?

Di Indonesia pertumbuhan penggunaan transaksi QRIS memang bertumbuh secara signifikan. Terbukti pada 2024 mencapai Rp 6,24 miliar transaksi dengan nilai nominal mencapai Rp 659,93 triliun, bertumbuh 194,04 persen.

Adapun jumlah pengguna QRIS mencapai 52,55 juta dan merchant yang menggunakan 33,37 juta merchant. Sedangkan transaksi nontunai secara keseluruhan baru mencapai 20 persen. Namun tren penggunaan uang tunai untuk transaksi memang menurun, karena pada 2023 hanya 80 persen, sedangkan pada 2022 mencapai 84 persen.

750 x 100 PASANG IKLAN

Bank Indonesia (BI) sebagai penggagas transaksi QRIS harus mengingatkan kepada seluruh merchant dan kalangan pelaku usaha, asosiasi pelaku usaha, dan bahkan masyarakat bahwa penggunaan QRIS adalah sarana transaksi opsional, walau memang berdimensi positif. Artinya penggunaan transaksi berbasis uang tunai masih menjadi keniscayaan regulasi dan perilaku sosiologis masyarakat.

Kementerian lain, seperti Kemenperin, Kemendag dan Kementerian UKM UMKM juga harus memberikan edukasi pada mitra stakeholder-nya, agar pelaku ekonomi tetap menyediakan akses pembayaran berbasis tunai.

Di sisi lain terobosan BI memang patut diapresiasi manakala transaksi QRIS sudah menjangkau di banyak negara jiran, seperti di Singapura, Thailand, Malaysia, bahkan Jepang, Korea, China, dan negara lainnya.

Mungkin di Indonesia pada saatnya nanti akan makin akan menguat fenomena cashless society bahkan menjadi menjadi keniscayaan, seperti di negara maju. Namun hal ini perlu waktu transisi dan disiapkan dengan sosialisasi masif kepada masyarakat dan pemangku kepentingan, plus penguatan dan bahkan amandemen regulasi di level UU.

750 x 100 PASANG IKLAN

Namun di sisi lain harus diingat, bahwa karakter masyarakat konsumen Indonesia itu sangat majemuk, baik dari sisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan literasi digital. Kebijakan yang digulirkan tidak bisa disamakan dengan kebijakan di negara maju, seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan negara maju lainnya. (Penulis adalah Pegiat Perlindungan Konsumen, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI)).

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
PASANG IKLAN

Tutup Yuk, Subscribe !