
Selain pengolahan lahannya, dalam proses perawatan tanaman, kelompok juga melakukannya secara organik. Desa Bandangdaja yang hampir 80 persen penduduknya memiliki hewan ternak memiliki masalah banyaknya kotoran hewan yang tidak dioptimalkan, sehingga menjadi pencemaran udara. Selanjutnya PHE WMO melakukan kegiatan pelatihan kepada kelompok untuk membuat produk penunjang pertanian dari limbah mulai dari kompos, pupuk organik cair (POC) dan mikroorganisme lokal (MOL). Dengan adanya produk penunjang pertanian mampu mencegah atau mengurangi potensi gagal panen.
Adapun tanaman yang dibudidayakan adalah 11 varietas tanaman, mulai dari cabe colombus, bunga kol, tomat, sawi, semangka, blewah, serta melon. Budidaya melon juga dilakukan dengan sistem Machida, di mana satu tanaman bisa menghasilkan 15-20 buah.
Selain itu, terdapat teknologi yang diterapkan untuk menunjang pertanian di Eco Edufarming Bandangdaja, yakni rain harvesting (pemanenan air hujan). Ini merupakan metode untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan yang berasal dari atap bangunan atau permukaan lain dan juga dari embun. Selain itu terdapat atmosfering rain harvesting, yakni metode untuk mengumpulkan air dari kelembapan suhu suatu permukaan.
Tidak hanya itu, terdapat juga teknologi Soil Nutrient Sensor untuk mengetahui unsur kesuburan tanah sehingga dapat diketahui treatment yang sesuai dengan unsur tanah tersebut. Serta teknologi energi terbarukan untuk mendorong kinerja pompa air yang digunakan untuk irigasi pertanian.
“Kini berkat suksesnya program Eco Edufarming membuat Desa Bandangdaja dan enam desa sekitar bisa mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan sehat dan organic, tentunya dengan harga yang bersaing,” kata Ketua Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera, Achmad Marnawi. (Syarif)