Jakarta,corebusiness.co.id-Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan tidak ada impor beras medium yang masuk ke Indonesia. Sementara beras impor, hanya untuk kebutuhan khusus dan industri.
Pernyataan ini disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch Arief Cahyono dalam keterangan tertulis, pada Senin (1/12/2025).
Arief mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memproyeksikan produksi beras medium nasional tahun 2025 sekitar 34,79 juta ton. Menurutnya, semua beras medium diproduksi dari dalam negeri.
“Dengan capaian tersebut, Indonesia berada dalam kondisi surplus beras medium, sehingga pasokan nasional aman dan stabil,” kata Arief.
Sementara beras impor, dijelaskan Arief, merupakan bagian dari kebijakan beras khusus dan beras industri berbasis neraca komoditas. Kebijakan tersebut memastikan bahwa hanya jenis beras yang tidak diproduksi dalam negeri atau dibutuhkan sebagai bahan baku industri yang dapat masuk ke Indonesia.
“Yang perlu dipahami publik, tidak ada satu pun impor beras medium. Yang masuk hanya beras kebutuhan khusus, beras premium tertentu, dan beras industri. Tidak menyentuh konsumsi masyarakat umum,” tegasnya.
Ia merinci bahwa jenis beras yang masuk meliputi beras pecah 100% atau menir (HS 1006.40.90) sebagai bahan baku industri, beras kebutuhan khusus termasuk untuk penderita diabetes, serta beras khusus untuk restoran asing dan hotel. Selain itu, terdapat varian khusus berkode HS 1006.30.99 seperti Basmati, Jasmine, dan Japonica dengan tingkat kepecahan maksimal 5% yang memang tidak diproduksi di Indonesia.
Arief memastikan bahwa pemasukan beras khusus tersebut tidak memengaruhi pasar beras medium dan tidak menekan harga gabah petani.
“Segmen industri harus berjalan, tetapi stabilitas pangan dan perlindungan petani tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartin menyampaikan bahwa impor beras pada Oktober 2025 tercatat sebesar 40,7 ribu ton, sedangkan kumulatif Januari–Oktober 2025 mencapai 364,3 ribu ton dengan nilai 178,5 juta dolar AS. Seluruhnya merupakan kategori beras khusus dan industri, bukan beras medium.
Pada saat yang sama, beras bahkan mengalami deflasi terdalam sepanjang tahun 2025 pada November 2025. Menurut BPS, beras mencatat deflasi 0,59% (month to month).
Pudji menjelaskan bahwa deflasi tersebut dipicu oleh meningkatnya ketersediaan beras selama musim panen, penyesuaian harga antar kualitas, serta dampak penyaluran beras SPHP di berbagai pasar.
Arief memastikan pemerintah melindungi kegiatan usahatani di dalam negeri.
“Bersyukur tahun ini kebutuhan beras medium kita aman dari tangan petani dalam negeri dan sudah surplus. Produksi kita mencukupi, sehingga tidak ada alasan untuk impor beras medium. Petani tetap menjadi prioritas utama,” pungkasnya.