
Arief membenarkan keterlambatan masa tanam yang terjadi pada akhir 2023 menyebabkan masa panen raya yang mestinya terjadi Maret-April 2024 bergeser. Konsekuensinya, terjadi defisit produksi di awal tahun 2024 yang ditutupi dengan pengadaan beras sebesar 3,5 juta ton dari luar negeri oleh Bulog. Namun, dengan intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup, setelah panen raya pada April-Mei 2024, produksi bulanan sejak Agustus hingga prediksi Desember 2024 jauh melebihi produksi bulan yang sama di tahun 2023.
Peningkatan produksi di tengah kekeringan ini menunjukkan program Penambahan Areal Tanam (PAT) yang digenjot Kementan awal 2024 membuahkan hasil. PAT dilakukan melalui optimasi lahan dan pompanisasi untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP) sawah yang sebelumnya hanya tanam 1 kali setahun menjadi 2-3 kali dengan memaksimalkan sisa air yang tersedia.
“Pemerintah tetap optimis produksi beras akan terus membaik,” kata Arief.
Arief menambahkan, peningkatan produksi juga didukung oleh kebijakan dalam penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Pemerintah sejak awal 2024 telah menambah kuota pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, dengan prosedur penebusan yang lebih mudah. Petani yang sudah terdaftar untuk mendapatkan pupuk subsidi bisa menebus pupuk dengan menunjukkan KTP asli.
“Dampaknya signifikan. Produksi beras periode Agustus hingga Oktober 2024 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 5 tahun sebelumnya secara berturut-turut,” jelas Arief.