Firman mengingatkan, pangan adalah komponen strategis yang berkaitan langsung dengan stabilitas sosial dan politik nasional. Kenaikan harga beras, apalagi yang diakibatkan oleh kebijakan diskriminatif, dapat memicu ketegangan ekonomi hingga krisis multidimensi yang berdampak terhadap stabilitas pemerintahan.
“Harga beras itu sangat sensitif. Kalau naik, efeknya bisa berantai. Persoalan ini bukan sekadar isu ekonomi, tapi bisa menjadi permasalahan sosial bahkan politik. Karena itu, kebijakan harga pangan harus adil dan berpihak kepada rakyat,” ucapnya.
Lantaran itu, Firman mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kebijakan rayonisasi harga beras. Ia menilai bahwa pendekatan tersebut tidak hanya gagal memenuhi rasa keadilan, tetapi juga berpotensi memperlebar kesenjangan antarwilayah.
“Lalu pertanyaannya sekarang, apakah sistem ini benar-benar efektif dan tepat dalam menjaga stabilitas harga pangan. Jika hasilnya justru membuat rakyat di satu daerah membeli beras lebih mahal dari daerah lain, maka jelas kebijakan ini tidak memenuhi prinsip keadilan yang dijamin konstitusi,” imbuhnya.
Firman kembali menegaskan, negara memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menjamin ketersediaan pangan dengan harga yang wajar dan merata. Pemerintah, katanya, perlu mengembalikan orientasi kebijakan pangan kepada prinsip kesejahteraan rakyat, bukan sekadar efisiensi pasar.
“Keadilan pangan adalah fondasi kedaulatan bangsa. Jangan sampai beras, yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari rakyat, justru menjadi simbol ketimpangan kebijakan negara,” pungkas Firman Soebagyo. (Rif)