
Jakarta,corebusiness.co.id-Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyerukan pentingnya pengendalian produksi dan penerapan standar ESG nasional menyusul keprihatinan mendalam terhadap kondisi oversupply yang menekan harga dan merugikan pelaku industri hulu.
Laporan terbaru dari lembaga internasional mengungkap bahwa lebih dari 50 persen pasokan nikel dunia saat ini berasal dari Indonesia. Namun, permintaan global, terutama dari sektor baterai dan stainless steel, belum mampu menyerap lonjakan pasokan. Hal ini menyebabkan harga nikel global terus melemah, margin menyempit, dan tekanan terhadap pelaku IUP semakin berat.
“Kita tidak bisa hanya fokus menambah kapasitas tanpa memperhatikan permintaan. Ini saatnya pemerintah melakukan kontrol produksi dan menyesuaikan arah hilirisasi,” kata Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, melalui keterangan tertulis, Kamis (31/7/2025).
Data dari Ferroaloy menunjukkan bahwa produksi NPI Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara Feni tetap kecil porsinya. Ini menandakan dominasi strategi volume tanpa evaluasi daya serap pasar.
Selain pengendalian produksi, APNI juga mendorong penerapan standar ESG nasional sebagai bentuk komitmen terhadap praktik pertambangan berkelanjutan. Langkah ini juga penting untuk mempertahankan akses pasar ekspor, terutama ke negara-negara yang menuntut transparansi lingkungan dan sosial.